Wednesday, March 21, 2018

Peserta Didik, Pendidik dan Rencana Pembelajaran (Essei)


JAWABAN YANG BELUM TERJAWAB
Abdul Zakaria
Posel:zakariasmp1@gmail.com
Seorang kontetstan sebagai penanya dengan penguatan body-lingua yang meyakinkan menyoroti indahnya konten dan struktur perencanaan pembelajaran yang akan mengatur segala skenario kegitan selama aktion di kelas. “Kita tidak bisa pungkiri bahwa di sekolah kita sarangnya instruktur mata pelajaran, kiblatnya sekolah di kabupaten, perencanaan pembelajaran sudah diakui bagus oleh berbagai pihak termasuk pengawas sekolah...tetapi mengapa prestasi akademik siswa di sekolah kita masih dikalahkan oleh beberapa sekolah lain?” pertanyaan ini sepertinya mendapat suppor dari beberapa audiens. Seorang peserta lainnya lebih gamblang mengutarakan pengalamannya “kita sudah memeriksa hasil pekerjaan ulangan siswa, tetapi pada akhirnya kita harus mengadakan katrol nilai dalam bentuk konversi nilai karena tuntutan sekolah!” penanya ini berusaha mengungkap fakta tetapi masih berlindung di balik kata “kita”. Tentunya dapat dipahami bahwa jika ada sesuatu masalah, maka yang terlibat adalah “kita” artinya kebijakan berjamaah. Pemateri dengan tenang memilah dan menilik dari mana harus masuk untuk mengolerasikan antara tema materi dengan statusnya sebagai tenaga profesional.
Materi saat itu adalah penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berbasis Kurikulum 2013. Kondisis saat itu adalah kondisi dimana terbaca bahwa kurikulum 2013 dengan model perencanaan pembelajarannya dirasakan belum berefek positif dalam memajukan prestasi belajar peserta didik secara umum atau keseluruhan. Hal ini dapat dimaklumi bahwa jika hanya mendapatkan 5 gr emas dari mendulang 980 ton tanah dan pasir, maka langkah bijak yang pantas jangan diteruskan usaha itu. Lain halanya jika hanya mendulang 100 ton tanah dan pasir walau yang didapat hanya satu gram saja tetapi langkah bijak selanjutnya bisa saja berbeda. Artinya adalah menempah 980 orang dengan menghasilkan 5 orang masih terlalu sedikit dan hampir tidak terlihat hasilnya. Masih terlalu dini mengatakan bahwa ada yang gagal dan itu adalah kurikulum.
Sebagai pemateri yang sudah akrab dengan audiens yang meletup-letup dan sangat bersemangat untuk mendapat solusi, catatan pertanyaan dikumpulkan hingga tujuh orang karena dibatasi oleh moderator. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan waktu. Sebenarnya pemateri masih siap mencatat pertanyaan-pertanyaan berikutnya, hal itu ditandai dengan dibukanya halaman berikut pada buku agenda yang selalu dibawahnya tetapi batal menulis karena sesi pertanyaan ditutup. Jika sesi pertanyaan ditutup tentunya adalah sesi mendengarkan pemateri dalam mengungkap fakta dan solusi atau pertimbangan-pertimbangan yang patut dijadikan pijakan dalam mengatasi dan menjawab permasalahanan. Namun yang terjadi adalah beberapa guru yang merasa diri senior tetap bersuara dan mengeluhkan keadaan dan kondisi siswa yang sangat jauh dari harapan mereka.
Pemateri memberi kesempatan audiens agar tetap ribut hingga batas kepuasan mereka. Maksudnya adalah agar mereka puas mengungkap apa yang menjadi ganjalan di hati mereka. Moderator mencoba menenangkan namun suara 40 orang guru didominasi oleh guru-guru tertentu dalam mengungkap kegalauannya. “sebaik apapun pembelajaran, nilainya nanti tetap entah dari mana...!” terdengar pertanyaan yang ditujukan pada semua rekannya sendiri.
“ baik, sudah bu....pak? bisa kita lanjutkan? Dengan lembut pemateri minta jedah untuk melanjutkan kegiatan yaitu sesi mendiskusikan dan mengidentifikasi masalah.
“ pokoknya nilai siswa tidak bisa dipertanggungjawabkan...” sela seorang ibu guru.
“ Baiiikk...itu sudah dicatat ibu...” pemateri tetap tenang menanggapi
Selang beberapa saat kemudian suasana mulai redah dan tenang, pemateri mulai berdiri menuju depan meja pemateri. Ternayata dia mengajak peserta audiens untuk berdiri juga. Sesi ice breaking dilaksanakan untuk tetap menjaga hubungan keyspeaker dengan audiensnya. Icebreaking “kalau suka hati...tepuk tangan, jentik jari, hentak kaki dan semuanya...” mampu membuat suasana kembali kondusif untuk menjalani sesi menjawab pertanyaan. Menjawab pertanyaan? Siapa yang menjawab pertanyaan? Apak pemateri? Alangkah tidak bijaknya jika lain yang punya masalah tetapi lain yang menjawab. Artinya bagaimana kebermaknaan jawaban dalam mengatasi masalah yang dialami sang penanya jika jawabannya langsung tersuguhkan dari pihak lain?. Tentunya yang lebih menyentuh adalah braindstorming antara pemateri dengan audiens sebagai pengungkap permasalahan ril di sekolahnya.
“Baik bapak ibu sekalian peserta inservis training Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sama berbahagia....kita mulai mengurai dan mengidentifikasi permasalahan kita sore ini”. Dari tujuh pertanyaan yang masuk saya coba mengidentifikasi dan mengelompokkan ke dalam dua rumusan masalah: 1) Mengapa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang bagus tetapi tidak berbanding lurus dengan hasil pembelajaran, 2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran kontradiksi dengan hasil belajar sehingga guru harus turun tangan agar sesuai standar sekolah.
Beberapa orang peserta masih saja sibuk berbisik-bisik namun suara sudah tidak terdengar. Sedemikian parah permasalahan ini pikir pemateri, sehingga diambil keputusan bahwa pertanyaan-pertanyaan peserta tidak akan dijawab, karena jawaban apapun tidak akan berarti bagi mereka. Langkah pertama adalah: 1) harus menuntun mindset mereka dalam menghargai pembicara, 2)  harus dituntun dan diciptakan suasana dan kondisi bahwa mereka sangat ingin memecahkan masalah mereka sendiri. Bagaimana mungkin mereka bisa memecahkan masalah sendiri sementara mereka sendiri bermasalah karena belum mengerti masalahnya sendiri dan nyaman dengan masalah tersebut.
“Bapaaak....ibuuu...Sebenarnya yang bermasalah adalah bapak dan ibu sendiri!” kata-kata ini bagaikan gelegar dalam ruangan. Serentak audiens hening, nampak beberapa pasang alis mengernyit hampir ketemu antara alis kiri dan kanan. Ternyata ketersinggungan membuat suasana tegang, beberapa suara kaget sempat terlontar “hi..!, “kenapa?!”..”loh..!”.
 Pemateri tidak mengendurkan suaranya dan mengalihkan pembicaraan guna mengikis ketersinggungan sebagian peserta dengan mengangkat daya dukung sekolah tersebut ke hadapan warga sendiri yang saat itu sebagai audiens. Dengan percaya diri  bagai seorang mentor dan berjalan di sela-sela meja para guru, namun tidak terlalu jauh ke ujung peserta karena keterbatsan kabel pelantang suara.
“Data hasil penelitian di sekolah ini: 1) ada tujuh instruktur mata pelajaran, 2) 90% guru sudah sertifikasi, 3) buku dengan siswa adalah 1 : 2, 4) Pelaksanaan proses pembelajaran berbasis standar proses di sekolah ini sudah memenuhi semua kriteria pelaksanaan pembelajaran dan yang paling penting dari hasil penelitian di sekolah ini adalah Penilaian proses pembelajaran berbasis standar proses di sekolah ini belum memenuhi standar proses terutama pada indikator mekanisme dan prosedur penilaian, penilaian oleh pendidik dan penilaian oleh satuan pendidikan.
Mengenai mekanisme dan prosedur penilaian yaitu: 1)  guru belum menyampaikan hasil ulangan harian sebelum diadakan ulangan harian berikut, 2) bentuk tindak lanjut pada siswa berupa remedial dan pengayaan setelah ulangan yang belum terprogram, 3) guru belum mengadakan remedial dan pengayaan karena guru berorientasi pada pemenuhan jam wajib 24 jam untuk persyaratan penerimaan tunjangan sertifikasi, 4) untuk penilaian oleh pendidik yaitu guru belum mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik, dan 5) untuk penilaian oleh satuan pendidikan yaitu guru menentukan KKM belum sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dari Pusat Kurikulum untuk menentukan KKM yang harus memperhatikan tiga aspek yaitu karakteristik mata pelajaran, daya dukung sekolah dan intake (kemampuan awal) siswa.
Mendengar fakta dan hasil olah data dari pemateri, suasana hening dan beberapa guru yang kepergok menganga karena terlambat menutup mulutnya saat terjadi eye contact. Tidak terasa sore semakin menyinsing, namun kondisi itu ternyata belum disadari oleh peserta, atau masih mau mendengar fakta dan hasil olah data sekolah mereka yang belum diangkat sebagai bahan pertimbangan kebijakan?
“Bapak ibu sekalian....data dan fakta di atas adalah hasil dari penelitian dua orang warga terbaik sekolah ini dalam kurun waktu yang berbeda. Berbeda waktunya tetapi hasilnya sama....artinya apa? Suara pemateri tetap tinggi yang dikuatkan dengan penguatan akselarasi body lingua yang meyakinkan. Tulisan ini menjawab lebih dari semua pertanyaan yang terlontar hari ini bapak ibu...! dan kalian sudah tau di mana memperolehnya”.
“Baik!, sebagai pengantar menuju jawaban pertanyaan dan peredam kegalauan bapak dan ibu....silahkan tulis pertanyaan berikut: Apakah semua pertanyaan hari ini Anda sudah tulis semua?, apakah pada inservis ini ada notulen sebagai dokumen inservis training?, apakah di ruang guru ini ada ruang baca? Berapa kali Anda ke Perpustakaan sekolah, Berapa buku yang Anda baca dalam satu bulan?, Bagaimana kondisi perbandingan buku siswa di sekolah ini?, mengapa belum terlaksana penilaian proses pembelajaran sesuai standar penilaian di sekolah ini?, megapa tidak terprogram dan telaksana rencana tindaklanjut penilaian berupa remedial dan pengayaan?.
Sebagian besar menurut untuk menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh key speaker, namun masih ada juga yang memilih untuk mengemasi tasnya. “bagaimana bapak ibuuu....pertanyaan-pertanyaannya sudah ditulis...! teriak pemateri “sudaaahh...!” teriak audiens. “Apakah bapak ibu bisa menjawabnyaa...!” sejenak diam, hening sambil mengamati catatan kumpulan pertanyaan yang ditulis dipenghujung pertemuan sore ini. Selang beberapa saat kemudian, satu demi satu mulai muncul suara “biisaa...”. Baiklah jika bapak dan ibu bisa menjawabnya, artinya bapak dan ibu mempunyai semangat literasi.....dan semoga semangat itu mengarahkan dan membawa warga sekolah ini menjawab permasalahan yangteridentifikasi hari ini...!” Kunci pemateri sambil menutup sesi tanya jawab yang dijawab dengan sekumpulan pertanyaan pula. Apakah dengan menjawab pertanyaan dari pemateri dapat menjawab pertanyaan yang teridentifikasi hari itu? Semua kembali ke warga sekolah dalam memaknai data yang diperoleh.
Barru, Februari 2018

No comments :

Post a Comment

Tabe' dibutuhkan Komentar yang konstruktif ......;;...