Monday, August 31, 2009

CASE STUDY DALAM PEMBELAJARAN

Oleh Mary dan Teuku Alamsyah
Dipublkskn oleh Abdul Zakaria

1. Hakikat Case study
Case study atau studi kasus adalah rangkuman pengalaman pembelajaran (pengalaman mengajar) yang ditulis oleh seorang guru/dosen dalam praktik pembelajaran mereka di kelas. Pengalaman tersebut memberikan contoh nyata tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh guru pada saat mereka melaksanakan pembelajaran. Gunanya adalah melalui pengkajian case study dalam pembelajaran dengan segala komponennya, para guru dapat melakukan evaluasi diri (self evalution), dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas. Bagi para calon guru, kajian terhadap case study akan dapat membuka wawasan mereka terhadap pembelajaran dan menanamkan konsep bagaimana seharusnya pembelajaran itu berlangsung.
Di sisi lain, case study tentang pembelajaran dapat digunakan untuk membantu, baik guru maupun mahasiswa calon guru dalam memahami hakikat pembelajaran. Studi kasus seperti ini menjadi catatan penting dalam pelaksanaan pembelajaran secara nyata. Case study ditulis dalam bentuk narasi dan berisi pengalaman pembelajaran yang paling berkesan yang Anda ingat karena kesuksesannya, kesulitan, atau pengalaman yang penuh problematika. Case study ditulis dengan memperhatikan hal-hal berikut ini.
1) Case study ditulis dalam bentuk cerita naratif yang sangat rinci dan sangat erat kaitannya dengan pengalaman yang Anda alami.
2) Case study tersebut sedapat-dapatnya harus ringkas. Maksismum dua halaman ketikan. Namun, jika pengalaman yang akan diungkap dalam case study tergolong cukup esensial sebagai pengalaman bagi orang lain, case study dapat juga ditulis melebihi dua halaman ketikan.
3) Case study harus memuat unsur kemanusiaan: kemauan yang Anda miliki, tindakan dan kesalahan Anda yang mengecewakan dan rasa kesenangan atau kekecewaan pada saat selesainya pembahasan.
4) Case study harus memiliki judul yang dapat mewakili keseluruhan isi pengalaman pembelajaran yang dituliskan.
5) Pengalaman yang dituangkan dalam case study adalah ungkapan kejujuran. Artinya, cerita dalam case study adalah cerita kejujuran.

2. Manfaat Case Study
Manfaat yang dapat dipetik dari case study bagi guru dan bagi mahasiswa calon guru dapat dikemukakan sebagai berikut.
1) Sebagai evaluasi diri (self evalution) bagi guru untuk dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas.
2) Sebagai pembuka wawasan mahasiswa calon guru terhadap pembelajaran dan penanaman konsep bagaimana seharusnya pembelajaran itu berlangsung.
3) Guru dan mahasiswa calon guru dapat belajar dari kegagalan orang lain (guru penulis case study).
4) Menemukan kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran berdasarkan pengalaman penulis case study.
5) Mahasiswa calon guru dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang dunia anak—khususnya di sekolah, termasuk di dalamnya memahami psikologi anak.
6) Guru dan mahasiswa calon guru dapat menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat sehingga tidak mengulangi kekeliruan yang dialami oleh penulis case study.
7) Keberhasilan yang dialami oleh penulis case study dapat menjadi acuan bagi orang lain (guru dan calon guru).
8) Bagi guru pamong, case study bermanfaat dalam pembimbingan mahasiswa PPL melaksanakan pembelajaran agar menjadi lebih baik.
9) Dengan mengkaji case study, guru ataupun calon guru menjadi lebih terbuka, lebih jujur, dan lebih berani mengungkapkan kegagalan yang dialaminya dalam pembelajaran.
10) Guru dan calon guru dapat belajar menulis pengalaman pembelajarannya dalam bentuk narasi pembelajaran.

3. Metode untuk Mengembangkan Case Study
1) Seorang guru menceritakan/menulis pengalaman yang sukses atau suatu permasalahan yang menarik yang muncul saat pembelajaran dengan pokok bahasan atau topik tertentu. Pengalaman yang diceritakan/dituliskan itu menggambarkan pemikiran guru tersebut tentang mengapa permasalahan atau pengalaman tersebut menarik.
2) Harus ditulis sesegera mungkin supaya tidak mudah terlupakan
3) Sebagai masukan dalam penulisan, penulis narasi dapat mempedomani komentar-komentar guru lain (guru mitra) yang ikut mengamati proses pembelajaran
4) Persiapan guru
5) RPP
6) Pelaksanaan pembelajaran
• Kegiatan awal, inti, dan akhir
• Metode dan strategi pembelajaran
• Materi pembelajaran
• Evaluasi
• Ketercapaian tujuan pembelajaran
7) Perilaku siswa
8) Perasaan guru (keberhasilan, kegagalan, dan persepsinya terhadap siswa)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebuah case study dalam bentuk narasi pembelajaran, prosesnya adalah sebagai berikut.
(1) Ada tim kolaborasi (beberapa orang guru)
(2) Ada persiapan-persiapan prapembelajaran
(3) Praktik pembelajaran di kelas (ada yang berpraktik mengajar dan ada yang mengamati)
(4) Pengamat menuliskan komentarnya
(5) Komentar yang ditulis oleh pengamat tidak berupa “potret pembelajaran”, tetapi mengarah pada proses pembelajaran dengan segala komponennya
(6) Komentar pengamat ditulis pada saat proses pembelajaran berlangsung
(7) Pada akhir pembelajaran, komentar pengamat diserahkan kepada guru yang berpraktik mengajar
(8) Guru yang berpraktik mengajar menuliskan pengalaman pembelajarannya dalam bentuk narasi pembelajaran
(9) Narasi yang sudah ditulis, diberi judul yang sesuai
(10) Setelah menulis narasi, guru juga menulis refleksi dengan cara membaca kembali narasi yang ditulisnya, kemudian baru menuliskan refleksi.
(11) Narasi yang sudah ditulis dibaca oleh pengamat dan pengamat menuliskan komentarnya berdasarkan narasi dan hasil pengamatan pembelajaran
(12) Case study dilengkapi dengan RPP dan hasil kerja siswa
(13) Narasi memuat semua hal yang dialami dan dirasakan guru dalam pembelajaran, termasuk di dalamnya perilaku siswa

Penulisan Refleksi
1) Penulis disarankan membaca ulang narasi yang sudah ditulisnya itu beberapa kali, kemudian menuliskan refleksi terhadap narasi itu.
2) Guru-guru lainnya diminta memberikan tanggapan/komentar dengan menuliskan ide-ide mereka sehubungan dengan kasus yang mereka baca tersebut.

Contoh-contoh Case Study

Saya Ingin Lebih Bersahabat dengan Mereka
Oleh
Teuku Alamsyah


Mereka dalam konteks judul di atas adalah siswa Sekolah Dasar. Saya akan mengajar bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Sesuai dengan tuntutan isi silabus, materi pokok pembelajarannya adalah cerita. Saya akan melaksanakan pembelajaran bercerita di Sekolah Dasar.
Saya memang seorang guru. Namun, profesi ini selama belasan tahun saya jalani bersama mahasiswa. Artinya, saya adalah seorang guru di perguruan tinggi. Melaksanakan pembelajaran bersama mahasiswa tentu bukanlah hal yang baru dan saya sangat menikmati pekerjaan ini. Mengajar di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah adalah sesuatu yang lain. Saya merasa sangat tidak siap untuk itu. Saya membayangkan akan berhadapan dengan anak-anak yang masih sangat lugu, masih banyak membutuhkan bimbingan dan arahan. Pengetahuan yang akan kita berikan kepada mereka adalah sesuatu yang sangat dasar yang akan menjadi bekal bagi mereka dalam mengikuti jenjang pendidikan berikutnya. Saya juga yakin bahwa kekeliruan yang dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran di tingkat dasar ini akan memberikan dampak yang kurang baik bagi anak untuk jangka waktu yang sangat lama. Inilah dasar pemikiran saya bahwa pembelajaran di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah bukanlah sesuatu yang dapat dianggap mudah.
Kamis, 24 Januari 2008, pukul 8.00 saya melaksanakan pembelajaran di kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh. Sesuai dengan isi silabus semester 2, saya mengajar Keterampilan Menyimak terintegrasi dengan Standar Kompetensi: Memahami cerita tentang suatu peristiwa dan cerita pendek anak yang disampaikan secara lisan, dan Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, tema, latar, dan amanat). Dua hari sebelum pembelajaran berlangasung, saya menyiapkan RPP dengan memilih teks cerita “Mahjubah si Pemalas”.
Awal saya berdiri di depan kelas, saya melihat wajah anak-anak yang polos menantikan sepatah kata pembuka dari saya. Terus terang waktu itu saya agak bingung bagaimana saya harus memulai. Bagaimana saya harus menyapa mereka. Hampir saja saya menyapa, “Saudara-saudara!” Namun, tentu saja itu tak jadi. Saya memilih sapaan, “Anak-anak kita bertemu kembali dalam pelajaran Bahasa Indonesia.” “Hari ini kita melanjutkan topik yang sudah pernah kita singgung pada pertemuan sebelumnya.” Ketika itu pula saya sadar telah melakukan ‘kebohongan’ karena kita memang belum pernah bertemu sebelumnya dalam konteks belajar-mengajar di kelas. Saya merasa mulai gugup. Namun, wajah polos anak-anak mengatasi kegugupan itu. Saya melanjutkan, “Anak-anak hari ini kita akan mendengarkan sebuah cerita yang berjudul “Mahjubah si Pemalas”. “Siapa di antara kamu yang tidak pernah mendengarkan cerita?” Tidak satu pun anak-anak menjawab. Saya melanjutkan, “Bapak yakin kamu semua pasti pernah mendengarkan cerita dan senang mendengarkan cerita.” (semua anak duduk dalam kelompok yang tampaknya kelompok di kelas itu sudah permanen, satu kelompok 5 orang).
Pembelajaran berlanjut. Setiap kelompok saya minta mengidentifikasi tokoh, tema, latar, dan amanat berdasarkan cerita yang mereka simak dan sekaligus mereka baca. Sebelum anak-anak bekerja dalam kelompok mengidentifikasi tokoh, tema, latar, dan amanat cerita, saya mengajukan pertanyaan, “Siapa yang pernah menonton film?” (beberapa anak mengangkat tangan). “Bagus!” Tampaknya di kelas ini semua anak pernah menonton film! “Film apa saja yang pernah kamu tonton? (kelas hening, tidak ada yang menjawab). Memang kalau kita banyak menonton film, banyak film yang kita lupa judulnya bukan? Tidak apa! Yang penting semua anak pernah menonton film! Sekarang coba kita ingat film India. Pernah nonton film India? Dengan bersemangat semua anak menjawab, “Pernah, Pak!” “Iya, bagus!” Dalam film ada banyak pemain. Pemain film ini disebut juga tokoh. Dalam cerita yang kita baca juga begitu. Ada pelaku cerita yang lebih dikenal sebagai tokoh cerita. Jadi, dalam cerita ada tokoh utama dan tokoh pembantu. (Saya menjelaskan perbedaan tokoh utama dan tokoh pembantu). Selain itu, dalam teks cerita seperti halnya film, juga ada tempat dan waktu berlangsungnya kejadian. Inilah yang dikenal sebagai latar. Demikian seterusnya saya menjelaskan bagian demi bagian.
Nah! Anak-anak silakan bekerja dalam kelompok mengidentifikasi tokoh, tema, latar, dan amanat dalam teks cerita “Mahjubah si Pemalas”. Semua anak tampak bersemangat bekerja. Namun, pada saat presentasi tugas kelompok, saya mengalami kesulitan, yaitu tidak satu pun kelompok bersedia tampil memaparkan tugas yang sudah mereka selesaikan. Saya merasa mereka malu. Dengan gaya bahasa tertentu, saya membujuk mereka. Setelah dibujuk-bujuk, kelompok I tampil menempelkan hasil kerja kelompoknya di papan tulis dan memaparkannya atau lebih tepat membacanya. Saya berharap akan ada tanggapan dari kelompok lain (sebagaimana skenario pembelajaran yang sudah saya rancang dua hari sebelumnya). Harapan saya adalah harapan hampa. Tidak satu pun anak dari kelompok lain bersedia berkomentar dan ini tidak bisa dibujuk. Akhirnya, sharing dalam bentuk diskusi tidak bisa berlangsung hari itu.
Saya melanjutkan pembelajaran dengan meminta semua kelompok menempelkan tugas kelompoknya di papan tulis dan membacakannya. Setiap satu kelompok selesai membacakan hasil kerja kelompoknya, penghargaan yang diberikan adalah tepuk tangan dan saya merasa semua anak antusias bertepuk tangan. Selain itu, saya juga merasa bahwa tidak semua anak dalam kelompok berpartisipasi penuh terhadap pembelajaran. Beberapa anak terlihat wajahnya tanpa ekspresi dan saya merasa ada ‘ketidaknyamanan’ dalam batin saya. Saya menginginkan semua anak terlibat penuh dalam konteks pembelajaran.
Meskipun saya merasa tujuan pembelajaran atau target pembelajaran pagi itu 90% tercapai, masih ada ganjalan di benak saya ketika pembelajaran berakhir. Ganjalan itu antara lain adalah (1) bagaimanakah seharusnya kita mengajar? (2) Apakah semua anak menikmati pembelajaran ini? (3) Apakah bahasa sapaan saya dalam bentuk “kamu”, “kalian” terhadap anak-anak akan membekas dalam jiwa mereka sebagai bentuk sapaan yang kurang bersahabat? (4) Apakah pembelajaran saya tentang cerita “Mahjubah si Pemalas” memberikan makna tersendiri bagi anak-anak? Namun, saya mengakhiri pembelajaran hari itu dengan sebuah senyum, sebuah senyum bahagia mendapat kesempatan bertemu anak-anak sekolah dasar karena saya pun pernah menjadi anak-anak.
Di penghujung pembelajaran, sebagai refleksi saya ajukan sebuah pertanyaan, “Bagaimana anak-anak pembelajaran hari ini dengan Bapak Guru yang baru?” Jawaban yang diberikan oleh seorang anak kiranya sangatlah patut untuk kita renungkan bersama, yaitu “Kami senang Pak, karena Bapak tidak marah-marah”. Sebuah jawaban yang cukup jujur tentunya.




Refleksi
Oleh: Penulis

Saya merasa teramat lega setelah mengungkapkan secara tertulis semua yang saya rasakan ketika saya melaksanakan pembelajaran di kelas V SD. Ada sebuah tanya yang terus bergayut di dada, “Apakah semua anak yang ikut pembelajaran saya memahami dengan baik semua yang seharusnya memang mereka pahami hari itu?” Kalaulah masih ada kesempatan, saya ingin melanjutkan lagi pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh untuk memastikan bahwa kehadiran saya di kelas mereka hari itu memberikan urunan yang berarti dalam pembekalan pemahaman nilai-nilai positif dalam cerita.
Masih segar dalam ingatan saya wajah tiga orang anak yang kurang ekspresif ketika pembelajaran berlangsung. Betapa andai bisa kembali, saya ingin lebih ‘bersahabat’ dengan mereka. Mengapa ekspresi anak-anak itu seperti kurang bergairah? Kita semua tentu berharap agar semua anak dapat mengikuti pembelajaran tanpa beban di luar konteks pembelajaran. Mungkin dalam hal ini saya terlalu emosional. Namun, inilah yang memang saya rasakan.







Saturday, August 29, 2009

LESSON STUDY THE REEL TEACHER PROFESSIONAL FORUM

Oleh: Abdul Zakaria, S.Pd *)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kualifikasi akademik dan sertifikasi profesi guru yang harus menjadi perhatian serius dari pemerintah maupun pemerintah daerah, perlu dipikirkan pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru yang meliputi pembinaan dan pengembangan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Hal ini diamanatkan dalam pasal 32 Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sedangkan pasal 34 Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru ini perlu dilakukan secara kontinu, sehingga terdapat keberlanjutan para guru dalam mengembangkan proses pembelajaran yang berlangsung di kelas dan dalam masyarakat. Sehingga guru terpacu dan termotivasi untuk senantiasa melaksanakan
profesinya secara maksimal. Untuk ini, mengingat kuantitas guru di Indonesia yang cukup besar, perlu dipilih suatu model pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru yangdapat dilakukan oleh para guru sendiri dengan tidak meninggalkan
tugasnya.
Salah satu model pembinaan seperti ini adalah pelaksanaan lesson study dengan menerapkan pendekatan pembelajaran inovatif yang dapat dilakukan oleh kelompok/organisasi profesi guru seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dengan bantuan pakar pendidikan yang relevan. Kegiatan ini biasa disebut pelaksanaan lesson study dengan pendekatan pembelajaran inovatif berbasis MGMP. Selain itu, lesson study dapat dilaksanakan berbasis sekolah. Lesson study ini dapat dilakukan dalam kelompok guru di tiap daerah dengan tidak perlu meninggalkan tugas mengajar.
Pelaksanaan lesson study ini merupakan salah satu strategi yang mendorong adanya kontak akademik atau kolaborasi akademik antar guru dengan adanya balikan dari siswa atau guru lain tentang cara pembelajaran yang dilakukan guru. Sehingga diharapkan dengan pelaksanaan lesson study, akan terjadi interaksi akademik di antara para guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas secara berkelanjutan, yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu proses pembelajaran yang dilakukan guru.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diangkat suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana pelaksanaan lesson study di kabupaten Barru
2) Apa manfaat bagi guru setelah mengimplementasikan lesson study di kabupaten Barru.

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1) Mendeskripsikan tentang pelaksanaan lesson study di kabupaten Barru
2) Mengetahui manfaat setelah terlibat dalam forum lesson study


LESSON STUDY
THE REEL TEACHER PROFESSIONAL FORUM

Inservice teacher training pada guru berupa pelatihan, penataran, seminar dan sejenisnya sudah sedemikian akrab dengan para pembelajar. Harapan dari bentukan atau mungkin ‘polesan’ dari kegiatan yang menelan biaya besar tersebut selain untuk meningkatkan kualitas guru yang lebih penting lagi adalah guru yang peserta inservice teacher training mampu menerapkan hasil training dalam proses pembelajaran di kelasnya dan dibiaskan/ditularkan pada anggota seprofesi minimal pada intansi yang mengutusnya. Sukirman (2006) menuliskan bahwa kenyataan di lapangan berbicara lain, kebanyakan jebolan inservice teacher training menjebol harapan pengambil kebijakan, monitoring yang mempersoalkan apakah ada peningkatan mutu pembelajaran yang dilakukan oleh peserta tidak nampak nyata. Dibutuhkan suatu fórum yang lebih tajam mengarahkan pada indikator kinerja yang diharapkan yaitu Lesson study.
Lesson Study (or kenkyu jugyo) is a teaching improvement process that has origins in Japanese elementary education, where it is a widespread professional development practice. Working in a small group, teachers collaborate with one another, meeting to discuss learning goals, to plan an actual classroom lesson (called a "research lesson"), to observe how it works in practice, and then to revise and report on the results so that other teachers can benefit from it. Lesson study telah dikenal sebagai suatu proses pembelajaran yang bahan ajarnya adalah pembelajaran itu sendiri. Singkatnya lesson study adalah belajar dari pembelajaran. Kegiatan ini berpola dari apa yang kita rencanakan bersama, akan kita lakukan (DO) dan apa yang kita lihat/observasi bersama untuk direfleksi (See).
Lesson study the Reel teacher professional forum, hal ini berdasar dari kolaborasi dari berbagai kelompok guru baik kelompok mata pelajaran yang sama maupun lintas kelompok mata pelajaran. Lesson study diimplementasikan dapat berbasis sekolah yaitu guru-guru yang ada di suatu sekolah, basis ini merupakan basis tersempit kolaborasinya tetapi bisa saja yang terbanyak pesertanya karena semua guru pada sekolah tersebut dapat terlibat atau berhak terlibat. Kelompok dari beberapa sekolah merupakan basis dengan jangkauan kolaboratif yang lebih luas, dan basis berikut adalah MGMP artinya mata pelajaran tertentu sepakat berkolaborasi mengadakan lesson study yang diikuti oleh semua guru/sebagian guru anggota MGMP tersebut.
A. IMPLEMENTASI LESSON STUDY DI KABUPATEN BARRU

a. Prima Pendidikan dan Lesson Study
Lesson study di kabupaten Barru terlaksana berkat kerjasama antara pihak pemerintah daerah bekerjasama dengan pihak Japan International Cooperation Agency (JICA) suatu bentuk kerjasama pemerintah Indonesia-Jepang dalam bentuk kegiatan Prima Pendidikan yang mengcover tiga kabupaten dan 50% dari kecamatan pada kabupaten tersebut akan dibina. Pada siklus kedua (tahun kedua) prima pendidikan hanya membutuhkan satu dari empat kecamatan binaan yang mendapatkan kesempatan mengimplementasikan lesson study, sehingga seleksi ketat proposal tidak terhindarkan.kecamatan Barru dan SMP Negeri 1 Barru yang terpilih sebagai kontestan yang berhak mengimplementasikan lesson study. Calon fasilitator kecamatan mengadakan study banding di kabupaten Pasuruan pada bulan Desember 2008 untuk menyaksiskan langsung implementasi lesson study karena kabupaten Pasuruan dan kota Malang merupakan piloting lesson study di Indonesia yaitu sudah berjalan selama empat tahun.
b. Implementasi Lesson Study di Kecamatan Barru
Lesson study berbasis MGMP dan Lesson Study berbasis Sekolah mulai berjalan efektif pada bulan Januari 2009. MGMP IPA yang merangkul 15 orang anggota MGMP dan dua orang fasilitator, MGMP IPS merangkul 19 orang anggota dan dua orang fasilitator. Lesson study berbasis sekolah merangkul semua guru di SMP Negeri 1 Barru tanpa memperhatikan background guru tersebut dengan dua orang fasilitator. MGMP IPA dan IPS mengajak sekolah yang sama yaitu SMP Negeri 1 Barru, SMP Negeri 2 Barru, SMP Negeri 3 Barru, SMP Negeri 4 SATAP, dan MTs Mangempang Barru. Semua sekolah mendapat kunjungan tahapan lesson study. Forum pengembangan professional guru ini diadakan selama 4 bulan dengan tahapan 4 kali planning, 4 open kelas/DO, dan 4 kali refleksi/see pada sekolah yang berbeda.
c. Lesson Study Berbasis MGMP IPA
Nama kegiatan/forum lesson study berbasis MGMP IPA; fasilitator :
(1) Abdul Zakaria, S.Pd., (2) Hj. Junaiah, S.Pd. Tim ahli JICA
Norimichi Toyomane, Yoshita Takasawa, Nitasari dan kawan-kawan (alih bahasa).
a) Planning (Perencanaan)
Planning pertama diadakan di SMP Negeri 1 Barru, 15 orang guru duduk bersama untuk mendiskusikan tentang perencanaan pembelajaran tentang magnet elementer yang akan diimplementasikan di SMP Negeri 2 Barru. Guru dari sekolah tersebut menguraikan karakteristik intak siswa, dan daya dukung sekolahnya. Segala solusi dipaparkan dan dipilih solusi yang tebaik. Planning kedua diadakan di MTs Mangempang dan open kela di SMP Negeri 3 Barru, planning ketiga di SMP Negeri 4 SATAP dan open kelas di MTs Mangempang kemudian Planning terakhir untuk siklus ini di SMP Negeri 1 Barru dan open kelas di sekolah yang sama sekaligus penutupan secara resmi.
b) Open kelas/Do/pelaksanaan pembelajaran
Open kelas yang dikenal dengan nama do dalam lesson study merupakn imlementasi di depan siswa apa yang direncanakan bersama pada kegiatan terdahulu (planning), pada saat bersamaan kolabor mengobservasi segala aktivitas yang terjadi dengan focus aktivitas siswa. Beberapa hal yang patut untuk di kedepankan:
1) Sebagian siswa adalah file kosong (blank) yang siap diisi, dan usahakan diisi jika filenya sudah siap.
2) Fokuskan perhatian pada siswa yang berbody linguae tidak mengikuti pembelajaran, segera catat siapa, menit keberapa, apa yang dilakukan, cari kira-kira alasan penyebabnya, dan lebih bagus observasinya jika ada solusi dari masalah tersebut.
3) Prinsip observasi “apakah siswa belajar”, apakah siswa mengerti terhadap apa yang dipelajari?”

c) Refleksi/see
Untuk membuat ringkasan (summary) tentang kegiatan dan pencapaian kelompok lesson study serta membuat rekaman/laporan agar dapat dimanfaatkan di kemudian hari, sekolah mengumpulkan RPP research lesson yang telah dibuat sepanjang tahun, data serta catatan hasil observasi, sampel-sampel pekerjaan siswa, catatan hasil diskusi, dan refleksi mengenai kegiatan lesson study untuk dijadikan sebagai laporan akhir. Rekaman ini menjadi resources yang penting bagi para guru untuk memperbaiki praktik pembelajaran mereka di kemudian hari. Di Jepang sekolah-sekolah membuat laporan lesson study semacam ini yang kemudian disimpan di sekolah, di dewan pendidikan dan pusat-pusat pendidikan. Laporan-laporan ini seringkali dibagi-bagikan ketika ada penyelenggaraan lesson study open house dan dihadiahkan kepada tamu-tamu penting yang berkunjung ke sekolah. Di Jepang, guru-guru menerbitkan banyak buku studi kasus tentang lesson study, yang juga tersedia di toko-toko buku besar (Mikoto Yoshita dalam Muklas).
Refleksi segera dilaksanakan setelah open kelas, artinya jangan ditunda, catatan lembar observasi atau rekaman dipersiapkan untuk mendukung fakta yang akan direfleksi. Ada tiga komponen yang berperan penting dalam refleksi; (1) observer, (2) moderator, dan (3) tim pendamping (fasilitator, tim ahli, dan nara sumber).


Dewan pendidikan (kopiah) berturut-turut Kadiscam dan undangan (UNM) dan Tim Pendamping (JICA) serta para observer.
Langkah-langkah refleksi sebagai berikut yang dianut lesson study MGMP IPA kab. Barru:
1) Moderator membuka refleksi dan memperkenalkan hadirin
2) Kesan guru model mengenai pelaksanaan pembelajarannya mengenai:
- Tujuan pembelajaran hari ini
- Tujuan pembelajaran yang dianggap berhasil dicapai
- Tujuan pembelajaran yang dianggap belum berhasil dicapai
3) Dengan panduan moderator semua observer menguatarakan hasil observasinya, pastikan tidak ada observer yang tidak mengutarakan hasil observasinya dengan memperhatikan kondisi nyata pembelajaran, alasan kenyataan itu terjadi, dan solusi mengatasinya.
4) Moderator memandu untuk memberi kesempatan pada guru model untuk utarakan kesannya terhadap hasil observasi kolabornya.
5) Komentar dari tim ahli akan mengomentari semua, mulai dari pembelajaran maupun komentar dari observer.
B. MANFAAT LESSON STUDY
1) Manfaat Lesson Study bagi Guru
Manfaat Lesson Study bagi guru dari hasil pengalaman guru di SMP/MTs di kecamatan Barru;
 Keberanian guru membuka kelas
 perbaikan pada praktek pembelajaran oleh guru, dan meningkatkan kolaborasi antar guru.
 Pengendalian dalam menerima segala perbaikan pembelajaran
 Kelihaian membuat/revisi perangkat
2) Manfaat Lesson Study bagi Siswa
 Pembiasaan bagi siswa dalam pembelajaran yang teramati oleh tim.
 Mengeliminir kecanggungan siswa dengan jumlah guru yang lebih dari satu di kelasnya.

PENUTUP

1. Kesimpulan
o In service teacher training belum berdampak signifikan untuk mengangkat prestasi akademik siswa di Sulawesi Selatan, sehingga reel training berupa lesson study perlu diterapkan sedini mungkin.
o Implementasi lesson study telah membangun kepekaan terhadap proses pembelajaran di kabupaten Barru.
o Lesson study dapat berbasis sekolah dengan lintas mata pelajaran, berbasis sekolah lintas sekolah, berbasis MGMP.
o Prinsip “apakah siswa belajar”, apakah siswa mengerti pembelajaran hari ini?” patut diterapkan dalam observasi, posisikan diri kita sebagai siswa baru kemudian memposisikan diri sebagai guru yang mengajar.
o Dalam observasi, urutkan komentar; 1) kondisi nyata yang dikomentari (apa yang terjadi, waktu kejadian), 2) alasan mengapa hal itu terjadi dan 3) usahakan ada solusi mengenai kejadian tersebut.
2. Saran
o Lesson study patut sebagai solusi observasi profesionalisme guru dan calon guru.
o Implementasi lesson study akan membangun kepekaan mengenai unjuk kerja siswa yang pada ujungnya akan meningkatkan keprofesionalan guru.
o Tim Lesson study perlu mendapatkan perhatian dalam penyusunan beban kerja 24 jam.
o Tim Lesson study perlu mendapatkan perhatian dan mendapatkan alokasi dana operasional pendamping dari APBN/BOS & APBD.

*) Penulis adalah Fasilitator Lesson Study berbasis MGMP Kab. Barru dan Mahasiswa Program Magister Manajemen 2009 PPs UNM

Dokumentasi Lesson Study

Dokumentasi Lesson Study