Friday, September 18, 2009

METODE PRAKTIS PENYUSUNAN KARYA ILMIAH

Oleh: Abdullah Pandang

Dipublikasikan Oleh: Abdul Zakaria, S.Pd.

Tulisan ini merespon rekan-rekan guru mengenai banyaknya pertanyaan tentang pengembangan profesi tentang karya tulis ilmiah. Ucapan terima kasih patut kita haturkan kepada bapak Dr. Abdullah Pandang atas atensinya untuk selalu berbagi dan kesiapannya sharing dengan rekan-rekan guru. Semoga tulisan ini bermanfaat selalu. Selamat mencoba, selamat berbuat, dan selamat berkarya (Learning to do.....!!!)

A. Pendahuluan
Penulisan karya ilmiah merupakan salah satu ciri pokok kegiatan pengembangan suatu profesi dan masyarakat ilmiah. Melalui penulisan karya ilmiah, para anggota masyarakat ilmiah dapat saling mengkomunikasikan informasi baru, gagasan, kajian, dan hasil penelitian. Dengan demikian, mereka dapat berbagi pengalaman, pemikiran, atau gagasan inovatif untuk peningkatan mutu kinerja profesional mereka. Di samping itu, melalui penulisan karya ilmiah, hasil-hasil kajian keilmuan dapat didokumentasikan, dipublikasikan, dan disosialisaikan kepada masyarakat umum. Ini juga berarti, para anggota suatu profesi dapat merealisasikan fungsi agent of social change mereka.

Penulisan karya ilmiah merupakan aspek yang juga mendapat perhatian dalam kebijakan pengembangan profesi pada jabatan fungsional pegawai negeri. Setiap pegawai, untuk naik pangkat, diharuskan menunjukkan suatu tulisan karya ilmiah. Kebijakan ini diharapkan dapat berdampak positif dalam memacu aktifitas pengembangan profesi yang bersifat inovatif. Dalam praktik, kebijakan ini menghadapi banyak tantangan, sebab aktifitas penulisan karya ilmiah belum merupakan ciri budaya profesional di hampir semua bidang profesi di Indonesia. Karya ilmiah belum dipandang sebagai satu kewajiban profesional. Itu sebabnya, hasil karya ilmiah yang terpublikasikan dari para anggota profesi, khususnya dari praktisi lapangan, secara kuantitatif dan kualitatif masih sangat terbatas.

Mengingat pentingnya penulisan karya ilmiah dalam pengembangan profesi dan peningkatan karier, maka anggota profesi perlu dibantu mengembangkan keterampilan yang terkait dengan aktifitas penulisan karya ilmiah. Dia antara upaya yang dapat dilakukan ke arah ini adalah memberikan pelatihan dan menyediakan pedoman penyusunan karya ilmiah. Dalam tulisan ini, diuraikan secara ringkas beberapa aspek yang dipandang penting dan terkait dengan aktifitas penulisan karya ilmiah.

B. Ciri dan Bentuk Karya Ilmiah

Karya tulis ilmiah adalah karangan tertulis yang dibuat berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Berbeda dengan karangan biasa, karangan ilmiah memiliki ciri yang merepresentasikan ciri ilmu itu sendiri. Ciri umum karangan ilmiah yaitu menyajikan fakta (tidak mengada-ada), objektif dan jujur, tidak memihak, mengesampingkan pendapat yang tidak memiliki dasar, tidak bercorak debat, memberi gambaran deskriptif (tidak bernada membujuk dan menggurui), sistematis, dan logis.

Dalam memaparkan pemikiran dan gagasan, penulis karangan ilmiah dituntut menggunakan gaya dan ciri bahasa sebagai berikut:

  1. Menggunakan bahasa resmi dan baku
    1. Kata yang bersifat teknis dan belum banyak dikenal, jika digunakan, selalu disertai dengan penjelasan dan batasan
    2. Mengindari penggunaan bahasa yang basa-basi, berlebihan, dan bersifat ekstrim.
    3. Mengutamakan aspek pikiran, bukan perasaan. Pemakaian metafor atau kiasan dibatasi.

Karya tulis ilmiah dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Dalam tulisan ini, diuraikan secara singkat tiga bentuk karya ilmiah yang banyak digunakan dalam mendapatkan kredit point dalam pengusulan kenaikan pangkat, yaitu makalah, laporan penelitian, dan artikel ilmiah.

  1. Makalah

Secara harpiah, makalah berasal dari bahasa Arab yang berati karangan. Makalah merupakan jenis karangan ilmiah yang menyajikan suatu pemikiran, gagasan, atau ide mengenai suatu topik atau permasalahan tertentu. Tulisan dalam makalah biasanya menguraikan hasil penalaran dan argumentasi konseptual sang pengarang berkenaan dengan pemikiran, gagasan, atau ide yang dikemukakannya. Dalam forum pertemuan ilmiah, makalah merupakan acuan dan bahan penting dalam mendiskusikan suatu topik.

Kerangka isi dan sistematika makalah umumnya meliputi unsur-unsur berikut:

  1. Bagian pendahuluan, yang berisi latar belakang penulisan makalah, penjelasan masalah, tujuan penulisan, dan batasan istilah yang dipandang perlu.
  2. Bagian inti makalah, yang berisi pembahasan topik sesuai sistematika yang telah ditentukan. Ini dapat terdiri atas beberapa sub-bagian atau sub-topik, tergantung cakupan makalah yang hendak ditulis.
  3. Bagian penutup, yang berisi kesimpulan atau rangkuman dan saran-saran (jika diperlukan).
  4. Bibliografi atau kepustakaan, yang berisi daftar bacaan acuan dalam penulisan makalah.
  5. Lampiran (bila dipandang perlu), yang berisi hal-hal yang bersifat pelengkap, seperti instrumen, surat keterangan, format-format, dsb.
  1. Laporan Penelitian

Laporan penelitian adalah karya tulis ilmiah yang dibuat berdasarkan hasil-hasil dan temuan penelitian tertentu yang telah direncanakan dan dilakukan oleh penulis. Laporan penelitian memaparkan data dan fakta empiris (evidence) yang digunakan untuk menjawab suatu permasalahan atau hipotesis tertentu.

Laporan penelitian dapat ditulis dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan dan kepentingannya. Kerangka penulisannya juga sangat tergantung pada gaya selingkung yang berlaku dalam institusi sponsor atau pelaksana penelitian. Namun demikian, secara teknis, laporan penelitian biasanya memuat unsur-unsur berikut:

  1. Bagian pendahuluan (bisanya menjadi Bab I), yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian atau hasil yang diharapkan, serta kegunaan penelitian.
    1. Bagian tinjauan teori dan kerangka berfikir (biasanya menjadi Bab II), yang berisi paparan konsep-konsep teori dan kerangka pikir yang yang terkait dengan variabel penelitian, dan hipotesis (jika ada).
    2. Bagian metode penelitian (bisanya menjadi Bab III), yang memaparkan disain penelitian, variabel, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
    3. Bagian temuan dan pembahasan (Bab IV), berisi temuan-temuan yang diperoleh serta pembahasan atas temuan-temuan tersebut.
    4. Bagian simpulan dan saran (Bab V), berisi simpulan akhir penelitian, dan saran-saran atau rekomendasi sehubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh.
    5. Bibliografi atau kepustakaan, yang berisi daftar bacaan yang digunakan dalam penulisan laporan penelitian.
    6. Lampiran, yang berisi hal-hal yang bersifat pelengkap, seperti instrumen, surat keterangan, format-format, dsb.

Di samping bagian-bagian utama tersebut, laporan penelitian juga biasanya dilengkapi dengan abstrak dan ringkasan atau executive summary. Ini biasanya ditulis pada bagian depan sebelum bagian pendahuluan.

  1. Artikel Ilmiah

Artikel ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang diperuntukkan untuk diterbitkan dan dipublikasikan, khususnya lewat jurnal dan majalah ilmiah. Jenis karya ilmiah ini memiliki bobot penilaian tertinggi dalam perhitungan kredit point dibandingkan dua jenis karya ilmiah terdahulu.

Artikel ilmiah dapat berupa artikel hasil penelitian dapat pula berupa artikel non-penelitian. Artikel jenis pertama dibuat berdasarkan hasil penelitian tertentu. Sementara artikel jenis kedua meliputi semua artikel yang bukan merupakan laporan hasil penelitian. Artikel non-penelitian meliputi artikel, seperti artikel yang mengkaji suatu teori, konsep, atau prinsip; mengembangkan suatu model, mendeskripsikan fakta atau fenomena tertentu, menilai suatu produk, dan sebagainya.

Sistematika penulisan artikel sangat tergantung pada gaya selingkung yang ditetapkan oleh jurnal yang menerbitkannya. Setiap jurnal memiliki gaya selingkung sendiri. Ini biasanya dikemukakan pada bagian dalam halaman kulit belakang di setiap jurnal. Secara umum, isi artikel meliputi unsur-unsur: judul, nama penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, bagian inti (dalam artikel hasil penelitian bagian ini berisi: metode, hasil, dan pembahasan; sedang dalam artikel non-penelitian, bagian ini berisi pembahasan topik), kesimpulan dan saran atau penutup, serta daftar pustaka.

C. Pemilihan dan Penentuan Topik

Penentuan topik merupakan kegiatan awal penyusunan dan penulisan karya ilmiah. Pilihan topik yang tepat dapat mengantar kepada kelancaran penyelesaian penulisan suatu karya ilmiah. Dalam penentuan topik ini, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

  1. Pilihlah topik yang memiliki kemanfaatan, baik dari segi praktis maupun dari segi teoritis.
  2. Pilihlah topik yang aktual, bukan topik yang usang dan telah dikaji berulang-ulang.
  3. Pilihlah topik menarik dan sesuai dengan minat penulis.
  4. Pilihlah topik yang berada dalam bidang keilmuan penulis.
  5. Pilihlah topik yang untuk membahasnya tersedia bahan dan literatur yang memadai.

D. Penyusunan Kerangka Isi

Penyusunan kerangka isi mengacu kepada cara penataan urutan isi yang akan dideskripsikan dalam suatu karya tulis. Ini merupakan langkah penting yang perlu dibuat sebelum menulis karya ilmiah secara panjang lebar. Ketepatan kerangka isi bisa memudahkan dalam menyelesaikan karya yang hendak dibuat.

Dalam menyusun kerangka isi, ada beberapa langkah yang perlu dilewati, yaitu:

  1. Mengidentifikasi tipe karya tulis yang hendak dibuat. Tipe karya tulis yang hendak dibuat, akan menentukan lingkup isi yang akan dituangkan dalam karya tulis itu.
  2. Menetapkan dan menyusun struktur isi. Struktur isi mengacu kepada kaitan antar isi. Jika kerangka umum telah dibuat, penulis perlu menentukan lebih lanjut unsur dan sub-unsur apa yang perlu tercakupi dalam struktur tersebut.
  3. Menata urutan isi dalam struktur yang logis. Ada dua macam pola tulisan yang dapat ditempuh, yaitu pola problem-solution dan pola matching. Pola problem-solution mempunyai empat unsur; (a) situation, (b) problem, (c) solution, dan (d) evaluation. Sedang pola matching dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu compatibility matching, yaitu menyusun unsur-unsur dengan serangkaian informasi yang setara; dan contrast matching, yaitu menyusun unsur-unsur dengan informasi yang maknanya bertentangan.
  4. Membuat peta kognitif, di mana unsur dan sub-unsur ditata dalam bentuk skema atau peta yang menunjukkan saling hubungan satu sama lain.

E. Penulisan Paragraf

Paragraf ialah unit organisasi paling dasar dalam tulisan. Dalam paragraf, sekelompok kalimat yang saling berhubungan mengembangkan satu ide pokok. Paragraf bisa sesingkat satu kalimat, bisa juga sepanjang sepuluh kalimat. Jumlah kalimat dalam satu paragraf tidak penting. Namun demikian, panjang paragraf itu hendaknya cukup untuk mengembangankan ide pokok dengan jelas.

Paragraf mempunyai tiga bagian penting: kalimat topik, kalimat pendukung, dan kalimat penyimpul. Kalimat topik berisikan ide utama dalam paragraf. Kalimat ini menunjukkan secara singkat apa yang akan dibahas dalam paragraf itu. Kalimat pendukung adalah kalimat-kalimat tambahan yang berfungsi menguraikan atau memberi penjelasan dan tidak boleh menyimpang dari kalimat topik. Sedang kalimat penyimpul menyajikan ikhtisar butir-butir penting dalam paragraf. Kalimat ini tidak mutlak ada dalam suatu paragraf.

Dalam membuat kalimat topik, ada beberapa hal penting yang harus diingat. Pertama, kalimat topik haruslah berupa kalimat lengkap, yaitu mempunyai subjek, kata kerja atau predikat, objek, dan keterangan pelengkap. Kedua, kalimat topik tidak boleh terlalu rinci sehingga tidak ada lagi yang akan dikatakan dalam paragraf, atau sebaliknya terlalu luas dan umum sehingga sulit menjabarkannya. Di samping itu, kalimat topik sebaiknya tidak memuat ide-ide yang tidak saling terkait, sebab kalau ada, kalimat yang dikembangkan menjadi kurang utuh.

Paragraf yang baik juga harus memiliki unsur keutuhan (unity) dan unsur keruntutan (coherence). Keutuhan suatu paragraf dapat dicapai jika di dalamnya dibahas hanya satu ide pokok saja. Ide pokok itu dinyatakan dalam kalimat topik, dan kemudian tiap kalimat pendukung mengembangkan ide pokok itu. Sementara itu, keruntutan paragraf dapat dicapai melalui dua cara. Pertama, kalimat-kalimat dalam paragraf disusun dalam urutan yang logis. Kedua, ide-ide pokok yang terdapat dalam paragraf dihubungkan dengan kata-kata pemandu atau tanda-tanda transisi yang tepat (seperti: pertama, karena itu, contoh, namun demikian, sebaliknya, singkatnya, dsb.).

Sebelum menulis suatu paragraf, perlu dibuat kerangka paragraf lebih dahulu. Ini berguna untuk membantu penulis mengatur ide dan menyeleksi ide yang relevan, sehingga memudahkan untuk menyusun kalimat yang baik. Ada dua prinsip yang perlu diikuti dalam penulisan kerangka paragraf. Prinsip pertama ialah prinsip persamaan nilai, yaitu bahwa ide-ide yang setaraf nilainya harus diberi kode yang sama. Prinsip kedua ialah prinsip paralel, yaitu bahwa bagian-bagian yang sama dari suatu kerangka formal haruslah dinyatakan dalam bentuk tatabahasa yang sama: frasa, klausa, atau kalimat.

F. Cara Mendukung Gagasan

Salah satu problem yang dihadapi penulis ialah masalah meyakinkan pembacanya akan kebenaran pendapatnya. Penulis terkadang mengalami kesukaran meyakinkan pembaca karena ia gagal mendukung gagasannya dengan perincian yang konkrit.

Ada tiga cara yang dapat ditempuh untuk mendukung gagasan yang diutarakan, yaitu: dengan contoh atau ilustrasi, kutipan, dan data statistik. Contoh dan ilustrasi adalah cara mendukung ide paling mudah. Cara ini tidak mengharuskan penulis melakukan penelitian diperpustakaan untuk mendapatkan informasi. Tapi, dalam penulisan karya ilmiah, cara ini merupakan cara mendukung paling lemah. Yang agak sukar ialah mengutip dan memaparkan data statistik. Kedua cara ini mengharuskan penulis membaca literatur dan meneliti dokumen. Dalam penulisan karya ilmiah, kedua cara terakhir itulah yang dianggap paling penting dan paling banyak dipakai.

G. Cara Menulis Rujukan/Kutipan

Secara garis besar, ada dua jenis kutipan, yaitu kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Berikut dikemukakan secara ringkas cara menuliskan kedua jenis kutipan tersebut.

  1. Penulisan kutipan langsung.

Kutipan langsung kurang dari 40 kata atau tidak lebih dari tiga baris, ditulis sebagai bagian terpadu dalam teks dengan diberi tanda kutip ("....") dan nomor halaman dari sumber kutipan harus disebutkan. Nama pengarang dapat ditulis secara terpadu dalam teks (lihat contoh pertama di bawah), atau ditulis menjadi satu dengan tahun publikasi dan nomor halaman yang ditulis dalam kurung (seperti contoh kedua). Perhatikan contoh berikut:

  1. Soebronto (l990) menyimpulkan "ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar" (h. 123).
  2. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah "ada hubungan yang erat antara faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar" (Soebronto, 1990, h. 123).

Kutipan yang berisi lebih dari 40 kata atau lebih tiga baris ditulis secara terpisah dari teks, tanpa tanda kutip, dan diketik lima ketukan dari garis tepi kiri dengan spasi tunggal. Nomor halaman juga harus ditulis dan diketik di bagian akhir kutipan dengan diapit tanda kurung.

2. Penulisan kutipan tidak langsung
Kutipan tidak langsung adalah kutipan yang ditulis dalam bahasa penulis sendiri, tanpa mengubah makna sumber acuan. Kutipan seperti ini ditulis terpadu dengan teks dan tidak perlu diberi tanda kutip. Nama pengarang dapat disebut terpadu dalam teks, atau disebut dalam kurung bersama tahun penerbitnya. Nomor halaman tidak perlu disebutkan. Contoh:

  1. Hasil penelitian Soebronto (1990) menunjukkan bahwa kemajuan belajar siswa di sekolah turut dipengauhi oleh faktor sosial ekonomi keluarganya.
  2. Hasil penelitian menunjukkan, faktor sosial ekonomi memiliki hubungan yang erat dengan kemajuan belajar yang dicapai siswa (Soebronto, 1990).

H. Cara Menulis Daftar Pustaka

Penulisan daftar pustaka berkaitan erat dengan cara penulisan nama penulis, tahun penerbitan, judul buku, dan tempat serta nama penerbit. Cara menuliskannya hendaknya mengacu kepada standar umum yang berlaku. Salah satu standar yang dapat dipakai adalah cara penulisan yang dipakai oleh Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional.

Tata cara penulisan daftar pustaka bervariasi menurut jenis sumber yang dipakai. Berikut dikemukakan tatacara dan contoh penulisan daftar pustaka untuk berbagai jenis sumber.

  1. Sumber dari buku, ditulis dengan susunan:
    1. Nama pengarang, ditulis nama belakang lebih dahulu, menyusul nama pertama dan tengah (kalau ada). Ini berlaku baik pada penulis Barat maupun penulis Indonesia;
    2. Tahun penerbitan (ditulis diapit tanda kurung atau tanda titik);
    3. Judul buku (ditulis huruf miring atau digarusbawahi, dengan huruf besar hanya pada awal judul atau sub-judul, diakhiri tanda titik);
    4. Kota tempat penerbitan dan nama penerbit, dipisahkan dengan tanda titik dua.

Contoh:

Tuckman, B.W. 1975. Measuring educational outcomes. New Yok: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

2. Sumber buku yang berisi kumpulan artikel dan ada editornya, ditulis dengan urutan yang sama dengan pada sumber buku. Bedanya, di belakang nama pengarang (editor) diberi tanda ed. yang ditulis dalam kurung.

Contoh:

Krumbolts, J.D. & Thoresen, C.E. (ed.). 1976. Counseling methods. New Yok: Holtz, Rinehart and Winston.

3. Sumber dari artikel dalam buku kumpulan artikel, ditulis dengan susunan berikut:

3. Sumber dari artikel dalam buku kumpulan artikel, ditulis dengan susunan berikut:

  1. Nama penulis artikel yang pendapatnya dikutip.
    1. Tahun penerbitan buku.
    2. Judul artikel yang isinya dikutip. Ditulis tanpa baris bawah atau huruf miring.
    3. Nama editor dari buku kumpulan artikel tersebut ditambah keterangan (ed.) dan didauhului dengan kata "Dalam". Nama pertama dan kedua tidak perlu dibalik.
    4. Judul buku sumber artikel, ditulis dengan huruf miring atau digarisbawahi.
    5. Nomor halaman tempat artikel itu berada, ditulis dalam kurung.
    6. Kota tempat penerbitan dan nama penerbit, dipisahkan dengan tanda titik dua.

      Contoh:

      Varenhorst, B.B. 1976. Peer counseling: A guidance program and behavioral intervention. Dalam J.D. Krumbolts & C.E Thoresen (ed.). Counseling methods (h. 541-555). New Yok: Holtz, Rinehart and Winston.

  2. Sumber dari buku terjemahan (alih bahasa):
    1. Nama penulis asli dari buku yang diterjemahkan.
    2. Tahun penerbitan buku terjemahan
    3. Judul buku terjemahan, ditulis sesuai judul buku yang dikutip dan ditulis dengan huruf miring atau digarisbawahi.
    4. Nama penerjemah, ditulis tanpa dibalik dalam kurung atau diapit tanda titik.
    5. Kota tempat penerbitan dan nama penerbit
      buku terjemahan itu.

      Contoh:

      Munro, E.A., Manthel, R.J. & Small, J.J. 1983. Penyuluhan (Counselling): Suatu pendekatan berdasarkan keterampilan. Alih bahasa oleh Erman Amti.
      Jakarta: Ghalia Indonesia.

  3. Sumber dari artikel dalam jurnal:
    1. Nama penulis, ditulis seperti dalam sumber buku;
    2. Tahun terbit jurnal;
    3. Judul artikel, ditulis tanpa huruf miring atau garis bawah, dengan huruf kapital hanya pada huruf pertama pada kata pertama;
    4. Nama jurnal beserta nomor volume/edisi penerbitannya, ditulis dengan huruf miring atau digaris bawahi dengan huruf kapital di setiap kata pertama nama jurnal;
    5. Nomor halaman dalam jurnal tempat artikel ditulis.

    Contoh:

    Pandang, A. 1996. Pendekatan konseling berwawasan Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Keguruan, Vol. 4, No, 4: 291-296.

  4. Sumber dari makalah yang disajikan dalam seminar atau simposium:
    1. Nama penulis makalah;
    2. Tahun penyajian makalah;
    3. Judul makalah, ditulis tanpa garis bawah atau huruf miring dengan huruf kapital hanya di awal kata.
    4. Nama forum pertemuan di mana makalah itu disajikan, ditulis dengan huruf miring atau dengan baris bawah;
    5. Kota tempat forum pertemuan dilaksanakan;
    6. Tanggal, bulan, dan tahun penyelenggaraan forum pertemuan itu.

      Contoh:

      Abdullah, A.E. 1993. Model sanggar/laboratorium bimbingan dan konseling di sekolah. Makalah pada Konvensi Nasional IX IPBI. Ujung Pandang, 11-13 Nopember 1993.

  5. Sumber dari skripsi, tesis, atau disertasi:
    1. Nama penulis;
    2. Tahun penerbitan;
    3. Judul skripsi, tesis, atau disertasi, ditulis tanpa garis bawah atau huruf miring dengan huruf kapital hanya di awal kata;
    4. Nama jenis karya: skripsi, tesis, atau disertasi, ditulis dengan huruf miring atau digarisbawahi.
    5. Nama perguruan tinggi (fakultas/program dan universitas/institut) tempat karya tersebut diujikan.

      Contoh:

      Pandang, A. 1996. Pengembangan model program konseling sebaya sebagai media pengalaman praktikum konseling. Tesis pada Program Pascasarjana IKIP Malang.

I. Penutup

Demikian beberapa petunjuk dalam penulisan karya ilmiah. Apa yang dikemukan dalam tulisan ini hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan materi yang perlu dipelajari dan dipahami. Peserta latihan dan pembaca perlu melengkapi diri lebih lanjut dari berbagai sumber. Di samping itu, untuk menjadi penulis yang baik diperlukan banyak praktik dan latihan. Penguasaan metodologis saja tidaklah cukup. Kemahiran menulis dan membuat karya ilmiah akan berkembang sejalan dengan makin banyaknya pengalaman dan praktik..

Thursday, September 17, 2009

TEAM TEACHING AKOMODIR DARI LESSON STUDY PADA PEMENUHAN BEBAN KERJA UNTUK PEMBELAJARAN BERBASIS MAKNA

Oleh; Abdul Zakaria, S.Pd.

I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang


Bagaimana kabar hari ini?...baik bu! jawab siswa kelas VIII.4 serentak.
Jalanan poros Makassar – Pare sementara pembangunan/perbaikan, banyak tanah timbunan diangkut lalu ditumpahkan ke badan jalan….debu-debu beterbangan sampai puluhan meter dari jalan raya… bagaimana jika udara berdebu ini terhirup oleh alat pernapasan kita?…
batuk bu!…, sesak bu!,.. sakit pernapasan bu!..... tentunya jawaban pertama dan kedua mengena tapi jawaban ketiga jangan diabaikan.
Baik…. siswaku sekalian, kita telah mengalami apa yang disebutkan tadi; sesak, batuk dan mungkin ada yang sampai sakit segala'… karena udara yang penuh dengan debu. Untuk itu kami (Team) akan membahas materi dengan Tema "Pernapasan dan Proses Pernapasan". Pertama Ibu akan menuntun kalian untuk membahas tentang organ tubuh untuk pernapasan, dan selanjutnya dilengkapi oleh Bapak guru yang nantinya akan membahas tentang proses pernapasan (inspirasi – ekspirasi) yang erat hubungannya dengan tekanan.
Pada materi terdahulu kita telah membahas tentang…..
Demikian sepenggal pragmen pembelajaran team teching dalam bentuk mikro teaching yang berlangsung selama ± 20 menit yang diadakan MGMP IPA kecamatan Barru sebagai uji coba implementasi penyajian IPA terpadu di SMP/MTs. Pembelajaran 12 menit pertama membahas tentang organ pernapasan dengan melanjutkan pembicaraan pada saat awal appersepsi sehingga pikiran siswa tetap focus pada apa yang mereka alami. Menit berikut membahas tentang pengaruh tekana udara, sifat gas, difusi/osmosis gas pada proses keluar – masuknya (inspirasi – ekspirasi) udara dari lingkungan ke paru- paru. Waktunya memang singkat yaitu hanya ± 20 tapi apa yang dipelajari dari pembelajaran saat itu ? jawabnnya tentu tidak cukup dibahas hanya dalam 20 menit dan bahkan dapat lebih panjang untuk pembahasannya.

B. Masalah
1. Apa yang dapat diperoleh dari team teaching?
2. Bagaimana mengatasi kelemahan team teaching
3. Mengapa team teaching masih sulit mendapatkan tempat sebagai solusi pemenuhan beban kerja 24 jam sebelum Permen No. 39 tahun 2009 disahkan?
4. Team Teaching akomodir dari Lesson Study.


II. TEAM TEACHING AKOMODIR DARI LESSON STUDY PADA PEMENUHAN BEBAN KERJA UNTUK PEMBELAJARAN BERBASIS MAKNA


A. MANFAAT TEAM TEACHING

Dari pengalaman penulis tentang pada simulasi implementasi team teaching guna menghadapi pembelajaran terpadu di SMP/MTs. Sebelum membahas tentang pembelajaran team teaching pada mata pelajaran terpadu, maka perlu dikemukakan bahwa siswa SMP/MTs berumur sekitar 12 – 15 tahun, artinya pada umur ini anak sebagai individu masih berpikir konkrik atau maksimal peralihan dari berpikir konkrik ke berpikir abstrak. Siswa masih mengalami kesulitan mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan parsial dari pembelajar dan bahan ajar untuk membentuk suatu konsep.
Pembelajaran akan terasa bermakna jika siswa akan membahas konsep di kelas mengenai apa yang pernah dan sedang dialaminya. Motivasi dan minat belajar siswa akan terbangun jika apa yang dipelajari mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata mereka, sehingga menyita perhatian, meningkatkatkan rasa percaya diri dan siswa merasa puas setelah mengikuti pembelajaran sebagaimana menurut Keller bahwa motivasi dan minat belajar siswa dapat dilihat dari 4 (empat) kondisi yaitu; perhatian, relevansi, percaya diri, dan kepuasan. Untuk itu kolaborasi dua guru atau lebih membahas suatu konsep akan jauh lebih bermakna ditinjau dari berbagai disiplin ilmu. Bukankah segala fenomena sehari-hari adalah suatu ramuan integrasi berbagai disiplin ilmu?, siswa butuh penjelasan yang demikian itu!
Dari contoh pembelajaran dengan konsep Pernapasan dan Proses Pernapasan" di atas, siswa akan merasakan bahwa apa yang dipelajari merupakan kebutuhan dan itu sudah cukup untuk membangun relevansi dan perhatian dengan sendirinya kondisi percaya diri dan kepuasan akan menyusul. Sehingga beberapa kelebihan pembelajaran Team Teaching yaitu:

  1. menumbuhkan motivasi dan minat belajar siswa
  2. memikirkan pembelajaran duaorang akan lebih matang disbanding satu orang guru
  3. menerapkan juklak BNSP tentang KTSP bahwa pembelajaran IPA dan IPS adalah terpadu.
  4. menumbuhkan sikap kooperatif antar guru mata pelajaran.
  5. berbagai proses aktivitas pembelajaran akan lebih teramati dengan satu kolabor dan satu guru pembelajar.
  6. memeriksa hasil belajar akan lebih efektif. Dan mungkin masih banyak lagi tetapi belum tercover di sini (mohon tambahan dari pembaca yang sudah berteam teaching).

B. KELEMAHAN TEAM TEACHING

Dari sekian banyak kelebihan masih banyak kekurangan yang mungkin muncul dalam implementasi team teaching:

  1. kecenderungan membahas berdasarkan kontes gurunya dan mungkin aspek keterpaduan IPA akan sedikit sehingga diperlukan simulasi untuk konsep tertentu.
  2. perlu pengaturanan waktu tampil sebagai pembelajar dan kolabor yang ketat.
  3. perlu diantisipasi ketidak hadiran salah satu anggota tim.

C. ALASAN KERAGUAN TERHADAP TEAM TEACHING


Beberapa komentar akademisi baik sebagai assessor maupun sebagai dosen berkomentar sebagai berikut:


  1. Team teaching masih belum diakui sebagai salah satu solusi pemenuhan beban kerja 24 jam demikian yang ditegaskan salah satu assessor sertifikasi guru, pada seminar yang diadakan oleh LP3M di kabupaten Barru bulan Maret 2009.
  2. Senada dengan itu ketua PSG UNM Makassar dalam jawaban rubric Publik di Tribun pada tanggal 19 Juli 2009 "team teaching tidak terakomodasi dalam pemenuhan beban kerja 24 jam"
  3. Dalam debat dalam diskusi mahasiswa PPs UNM di awal kuliah kekhususan Manajemen Pendidikan bahwa Team Teaching tidak diakui sebagai pemenuhan beban kerja 24 jam.

Opini-opini ini sangat beralasan dengan kehawatiran:

  1. guru pembelajar saja yang datang dan kolabor menyerahkan seluruh proses pembelajaran padanya.
  2. team teaching dapat dilaksanakan tetapi perhitungan jamnya cukup 2 jam yaitu pada guru pembelajar saja.

Seiring dengan perjalanan waktu, dan saya rasa pihak akademisi juga pasti tahu tentang hal ini, bahwa team teaching dapat dianggap sebagai salah satu solusi pemenuhan beban kerja 24 jam sesuai Permen No. 39 tahun 2009 Pasal 5 ayat (1) bagian e. Tidak terbantahkan lagi dengan dasar ini team teaching mempunyai dasar kuat untuk diimplementasikan dengan ketentuan tersirat bahwa setiap anggota Tim diperhitungkan jam mengajarnya.
Dr. Salam seorang pakar dan dosen PPs UNM dalam forum ilmiah Pelatihan Karya Ilmiah Guru Gol.IV di Hotel Grand Palace tanggal 6 – 9 Mei 2009 menegaskan bahwa suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tanpa kolabor maka PTK itu tidak dipandang atau kasarnya tidak sah sebagai PTK. Begitu pentingnya kolabor dalam mendata proses aktivitas belajar dan pembelajaran (perangkat dan guru). Jika demikian kolabor sama pentingnya, sama peranannya dengan guru pembelajar/peneliti/guru model. Jika berangkat dari ketegasan ini maka dapat dipandang bahwa kolabor dalam team teaching sama penting/peranannya dengan guru pembelajar/model dengan demikian aktivitas, waktunya layak mendapat ekuivalensi jam tatap muka.

D. TEAM TEACHING AKOMODIR DARI LESSON STUDY

Pembelajaran team teaching harus berdasar pada rencana pengembangan pembelajaran team teaching (RPP TT). RPP ini berbeda dengan RPP biasa dari segi materiks, dan kajian. Dalam proses penyusunan RPP ini, kolaborasi antara guru pengasuh sub mata pelajaran/aspek/bidang kajian yang diampu sangat dibutuhkan. Setelah analisis kurikulum dan materi selanjutnya matriks keterhubungan bidang kajian mengantar planner menyusun tema. strategi pelaksanaan pembelajaran IPA Terpadu, yaitu tahapan 1) perencanaan (meliputi pemetaan Kompetensi Dasar, pemilihan topik, penjabaran Kompetensi Dasar ke dalam indikator, penyusunan silabus, dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran), 2) pelaksanaan pembelajaran (meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir serta tindak lanjut), dan 3) penilaian.


Lesson Study (or kenkyu jugyo) is a teaching improvement process that has origins in Japanese
elementary education, where it is a widespread professional development practice. Working in a small group, teachers collaborate with one another, meeting to discuss learning goals, to plan an actual classroom lesson (called a "research lesson"), to observe how it works in practice, and then to revise and report on the results so that other teachers can benefit from it.
Lesson study telah dikenal sebagai suatu proses pembelajaran yang bahan ajarnya adalah pembelajaran itu sendiri. Singkatnya lesson study adalah belajar dari pembelajaran. Kegiatan ini berpola dari apa yang kita
1) rencanakan bersama (PLAN), 2) akan kita lakukan dan apa yang kita lihat/observasi bersama (DO) dan 3) refleksi apa yang kita observasi (See).
Lesson study the Reel teacher professional forum, hal ini berdasar dari kolaborasi dari berbagai kelompok guru baik kelompok mata pelajaran yang sama maupun lintas kelompok mata pelajaran. Lesson study diimplementasikan dapat berbasis sekolah (LSBS) yaitu guru-guru yang ada di suatu sekolah, basis ini merupakan basis tersempit kolaborasinya tetapi bisa saja yang terbanyak pesertanya karena semua guru pada sekolah tersebut dapat terlibat atau berhak terlibat. Kelompok dari beberapa sekolah merupakan basis dengan jangkauan kolaboratif yang lebih luas, dan basis berikut adalah LSMGMP artinya mata pelajaran tertentu sepakat berkolaborasi mengadakan lesson study yang diikuti oleh semua guru/sebagian guru anggota MGMP tersebut.
Team teaching dan lesson study berinti pada kolaborasi guru untuk planning bersama, pelaksanaan pembelajaran. Bagian mendasar yang berbeda adalah team teaching semua tim selain kolabor pengamatan, tim juga terlibat dalam prlaksanaan pembelajaran di kelas sampai penilaian proses sedangkan Lesson study tim kolabor kosentrasi pada pengamat dan di akhir kegiatan melaksanakan refleksi pembelajaran bersama. Aktivitas pembelajaran hari itu akan didokumenkan untuk tinjauan pembelajaran selanjutnya di tempat lain atau waktu yang akan dating. Banyak hal yang dapat disamakan antara kolaborasi pada kedua kegiatan ini, namun intinya bahwa kedua kegiatan kolaborasi ini memerlukan waktu yang patut diperhitungkan ekuivalensinya dalam beban kerja 24 jam tatap muka. Tatap muka tidak mensakralkan jumlah siswa (seperti BK) tetapi berbasis pada kelas (berapapun jumlah siswa dalam kelas itu),tatap muka tidak gugur jika pembelajaran jika dilaksanakan apa adanya (bahkan tas atau map bapak/ibu gurupun dapat melaksanakan kegiatan tatap muka dengan siswa) tentunya kejadian seperti itu tidak kita inginkan sekarang ini. Untuk itu patut dipertimbangkan hal-hal berikut:
Team teaching:


  1. seorang guru bersama tim planning dari jam 14.30 sampai 17.30.
  2. team melaksanakan pembelajaran bergantian sesuai kesepakatan, sementara anggota tim sebagai observer proses pembelajaran selama 2 jam pelajaran, dan
  3. semua tim melaksanakan penilaian dan memeriksan masing-masing ketercapaian kompetensi bidang kajiannya.
  4. tim mengadakan diskusi/Tanya jawab untuk saling mengisi.

Kesimpulan guru A membutuhkan guru B dan sebaliknya, sehingga tatap muka guru A adalah tatap muka guru B juga.

Lesson Study:

  1. group lesson study mengadakan planning dari jam 08.00 sampai jam 12.30, planning ini dilanjutkan pada waktu berikut dari jam 08.00 sampai jam 12.30 termasuk simulasi total waktu yang terpakai 6 - 10 jam.
  2. guru model mengimplementasikan planning dan di observasi oleh: pengawas, kepala sekolah, 20 orang guru, undangan (kepala dinas, LPTK/LPMP, orang tua siswa) dan lain-lain selama 2 jam pelajaran.
  3. semua observer akan merefleksi pembelajaran bersama hari itu selama 4 sampai 5 jam.

Kesimpulan semua mempelajaran/mengkaji implementasi planning pembelajaran hari itu. Hasil kajian ini akan menjadi acuan pada berbagai pihak untuk kebijakan, untuk diterapkan pada waktu dan tempat sesuai pertimbangan pembelajar. Waktu yang digunakan untuk Lesson Study sekitar 10 - 17 jam.

Terlepas dari fakta yang ada di sekitar kita, yang jelas kontes yang lain dapat saja menggugurkan sebagian tulisan ini terutama pengakuan ekuivalensi dan jumlah jam ekuivalen yang diekuivalenkan tatap muka pada kegiatan Lesson Study. Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan Permen No. 39 tahun 2009 tentang pemenuhan beban kerja guru dan pengawas sangat diharapkan mengakomodir kegiatan ini karena kegiatan ini sementara digodok untuk diimplementasikan secara regional (SULSELBAR) dan mungkin juga sementara dirancang secara nasional. Mari menunggu...!!


III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berbagai pendapat telah didengar, dicatat dalam berbagai pertemuan ilmiah. Sangat tertinggal jika kita membiarkan terlewatkan karena perubahan akan terus berlanjut. Team Teaching telah mempunyai dua dasar hukum yaitu juklak BNSP tentang implementasi team teaching untuk IPA dan IPS terpadu dan Permen No. 39 tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Dosen, sementara untuk mementahkannya baru berupa opini pribadi, mari ke lapangan, bukankah setiap komentar membutuhkan data yang valid dan realibel? Lebih bijak jika kita pelajari secara seksama sekolah piloting implementasi pembelajaran terpadu tentunya yang menerapkan secara utuh pembelajaran ini.

B. SARAN-SARAN

Setiap peraturan akan ditutup dengan kemungkinan akan diperbaiki kemudian. Kondisi lapangan yang memandang dari segi potensi dan tantangan perlu terakomodasi lagi. Pihak penentu kebijakan perlu mengakomodir berbagai kegiatan pembelajaran yang memerlukan waktu lebih demi peningkatan professional, pedagogik, kepribadian, dan sosial dalam bentuk lesson study. Dari uraian di atas maka penulis menyusun saran-saran sebagai berikut:

  • Team Teaching telah berdasar kuat dan team teaching mengakomodir Lesson Study sehingga lesson study patut untuk menjadi bagian dari pasal 5 ayat (1) yang tentunya ekuivalensi lebih besar jam tatap mukanya.
  • Kegiatan serupa seperti 1) Case study, 2) pengurus MGMP (non fasilitator/guru inti) belum mendapat kekuatan hokum.
  • Komponen sekolah yang tidak kalah pentingnya dan melaksanakan tugas yang tidak kalah menyita waktu di SMP/MTs adalah urusan-urusan yaitu urusan kurikulum, urusan kesiswaan, urusana sarana prasarana, urusana kesiswaan (kalau di SMA Wakil kepala sekolah). Ironis jika urusan yang mengatur pembimbing ekstrakorikuler yang diekuivalenkan tatap mukanya sementara yang mengatur/memfasilitasi tidak mendapat ekuivalen tatap muka.
  • Komponen yang bertenaga untuk meluncurkan produk yaitu wali kelas tidak mendapat bagian dalam pasal 5 ayat (1).
  • Pengelola ruangan tertentu untuk keperluan moving kelas.


Monday, September 14, 2009

PERMEN NO. 39 Tahun 2009

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Jl. Jenderal Sudirman, Senayan

Jakarta 10270

Telepon 5711144 (Hunting)

Nomor : 567862/A5.1/HK/2009 5 Agustus 2009

Lampiran : 1 (satu) Berkas

Hal : Penyampaian Salinan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2009

Yth:

  1. Ketua Komisi IX DPR RI
  2. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
  3. Sekertaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional
  4. Inspektur Jenderala Departemen Pendidikan Nasional
  5. Semua Direktur Jenderal di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional
  6. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional
  7. Sekertaris Jenderal Departemen Agama
  8. Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan
  9. Ketua BSNP
  10. Sekertaris Inspektoral Jenderal
  11. Semua Sekertaris Direktorat Jenderal di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional
  12. Sekertaris Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional
  13. Semua Gubernur
  14. Semua Bupati/Walikota
  15. Semua Kepala Dinas yang bertenggung jawab di Bidang Pendidikan di Provinsi
  16. Semua Kepala Dinas yang bertenggung jawab di Bidang Pendidikan di Kabupaten/kota
  17. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama di Provinsi
  18. Semua Kepala Kantor Departemen Agama di Kabupaten/kota
  19. Semua Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional
  20. Semua Kepala Pusat Pengembanga dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional
  21. Ketua Badan Musywarah Perguruan Swsta (BPMS)
  22. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (BP PGRI)

Berkenan dengan ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 tahun 2009 tentang pemenuhan beban kerja guru dan Pengawas satuan Pendidikan dengan hormat bersama ini kami sampaikan salinan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tersebut, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Atas Perhatian Bapak/Ibu kami sampaikan terima kasih.

Kepala Biro Hukum dan Organisasi


Ttd

Dr. A. Pangerang Moenta, SH., M.H., DFM.


SALINAN

PERATURAN

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

NOMOR 39 TAHUN 2009

TENTANG

PEMENUHAN BEBAN KERJA GURU DAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

Menimbang : bahwa untuk memenuhi beban kerja guru sebagaimana diatur dalam Pasal 52, Pasal 53, dan beban kerja guru dan pengawas satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586):

2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941):

3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2009 tentang tunjangan profesi Guru dan Dosen. Tunjangan khusus Guru dan Dosen dan tunjangan Kehormatan Profesor. (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 85. Tambahan Lembaran Negara Nomor 5016).

4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;

5. Keputusan Presiden Nomor 187/M/2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 77/P Tahun 2007;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PEMENUHAN BEBAN KERJA GURU DAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN

Pasal 1

(1) Beban kerja guru paling sedikit ditetapkan 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memilki izin pendirian dari Pemerintah atau pemerintah daerah.

(2) Beban mengajar guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan adalah paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor.

(3) Beban mengajar guru yang diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan dan konseling/konselor.

(4) Beban mengajar guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

(5) Beban mengajar guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

(6) Beban mengajar guru bimbingan dan konseling/konselor adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.

(7) Beban mengajar guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

Pasal 2

(1) Guru yang tidak dapat memenuhi beban kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 diberi tugas mengajar pada satuan pendidikan formal yang bukan satuan administrasi pangkalnya, baik negeri maupun swasta sebagai guru kelas atau guru mata pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidik.

(2) Bagi guru yang akan memnuhi kekurangan jam tatap muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satua administrasi pangkalnya.

(3) Pemberian tugas mengajar pada satuan pendidikan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh:

a. Kepala dinas yang membidangi pendidikan kabupaten/kota untuk sekolah negeri;

b. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk madrasah negeri;

c. Pejabat yang diberi tugas mengelola satuan pendidikan pada departemen/lembaga pemerintah nondepartemen di luar Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama untuk sekolah di lingkungannya;

d. Kepala satuan pendidikan atau penyelanggara satuan pendidikan, sesuai dengan kewenangannya, setelah mendapat persetujuan dari kepala dinas pendidikan kabupaten/kota untuk sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat;

e. Kepala dinas pendidikan provinsi untuk satuan pendidikan khusus.

4. Pemberian tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas kesepakatan bersamaantara dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, kantor departemen penyelenggarasatuan pendidikan, dan penyelenggara pendidikan mengenai kebutuhan guru pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat.

Pasal 3

(1) Guru yang bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus, berkeahlian khusus, atau dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional yang tidak dapat memenuhi beban kerja minimum 24 (dua puluh empat) jam tatap muka diusulkan oleh kepala dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten kota, kantor departemen Agama kabupaten /kota, sesuai dengan kewenangannya kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk memperoleh ekuivalensi.

(2) Guru yang bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus merupakan guru yang ditugaskan pada daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

(3) Guru yang berkeahlian khusus merupakan guru yang diperlukan untuk mengajar mata pelajaran atau program keahlian sesuai dengan latar belakang keahlian langka yang terkait dengan budaya Indonesia.

(4) Guru yang dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional merupakan:

a. Guru yang bertugas di sekolah Indonesia di luar negeri

b. Guru yang tidak dapat diberi tugas pada satuan pendidikan lain untuk mengajar sesuai dengan kompetensinya dengan alasan kesulitan akses dibandingkan dengan jarak dan waktu:

c. Guru yang ditugaskan menjadi guru di negara lain atas dasar kerjasama antar negara.

(5) Usulan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan bukti kegiatan:

a. mengajar mata pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya dan/atau mengajar berbagai mata pelajaran yang tidak ada guru mata pelajarannya pada satuan pendidikan lain;

b. mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM);

c. menjadi tutor program Paket A, Paket B, Paket C, Paket C Kejuruan atau program pendidikan keaksaraan;

d. menjadi guru bina atau guru pamong pada sekolah terbuka;

f. mengelola Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri;

g. sebagai guru inti/instruktur/tutor pada kegiatan Kelompok Kerja Guru/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG/MGMP);

h. membina kegiatan mandiri terstruktur dalam bentuk pemberian tugas kepada peserta didik;

i. membina kegiatan ekstrakurikuler dalam bentuk kegiatan Praja Muda Karana (Pramuka), Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa, Olahraga, Kesenian, Karya Ilmiah Remaja (KIR), Kerohanian, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Pencinta Alam (PA), Palang Merah Remaja (PMR), Jurnalistik/Fotografi, Usaha Kegiatan Sekolah (UKS), dan sebagainya.

j. membina pengembangan diri peserta didik dalam bentuk kegiatan pelayanan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, sikap, dan prilaku siswa dalam belajar serta kehidupan pribadi, sosial, dan pengembangan karir diri;

k. kegiatan lain yang berkaitan dengan pendidikan masyarakat dan dilakukan secara rutin dan berkelanjutan;

l. Kegiatan pembelajaran bertim (team teaching) dan/atau;

m. Kegiatan pembelajaran perbaikan (remedial teaching)

(6) Guru memilih beberapa kegiatan dari keseluruhan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(7) Ketentuan ayat (5) tidak berlaku bagi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c.

Pasal 4

(1) Beban kerja guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan adalah melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan pengawasan.

(2) Pembimbingan dan pelatihan profesional guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. membimbing dan melatih profesionalitas dalam melaksanakan tugas pokok untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran/pembimbingan, dan membina tenaga kependidikan lainnya, yaitu tenaga administrasi sekolah/madrasah, tenaga laboratorium, tenaga perpustakaan, baik pada satuan pendidikan maupun melalui KKG/MGMP/MKKS atau bentuk lain yang dapat meningkatkan kompetensi guru dan tenaga kependidikan lainnya;

b. menilai kinerja guru dalam melaksanakan tugas pokok untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran/pembimbingan, dan membina tenaga kependidikan lainnya, yaitu tenaga administrasi sekolah/madrasah, tenaga laboratorium, tenaga perpustakaan, baik pada satuan pendidikan.

(3) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. mengawasi, memantau, mengolah, dan melaporkan hasil pelaksanaan 8 (delapan) standar nasional pendidikan pada satuan pendidikan;

b. membimbing satuan pendidikan untuk meningkatkan atau mempertahankan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan.

(4) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 5 (lima) sekolah/madrasah binaan untuk daerah khusus atau paling sedikit 10 (sepuluh) sekolah/madrasah binaan untuk daerah yang bukan daerah khusus.

Pasal 5

(1) Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini, guru dalam jabatan yang bertugas selain di satuan pendidikan sebagaimana dimaksud Pasal 3, dalam keadaan kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu di wilayah kabupaten/kota, dapat memenuhi beban mengajar minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dengan cara:

a. mengajar mata pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya dan/atau mengajar berbagai mata pelajaran yang tidak ada guru mata pelajarannya pada satuan pendidikan lain;

b. menjadi tutor program Paket A, Paket B, Paket C, Paket C Kejuruan atau program pendidikan keaksaraan;

c. menjadi guru bina atau guru pamong pada sekolah terbuka;

d. sebagai guru inti/instruktur/tutor pada kegiatan Kelompok Kerja Guru/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG/MGMP);

e. membina kegiatan ekstrakurikuler dalam bentuk kegiatan Praja Muda Karana (Pramuka), Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa, Olahraga, Kesenian, Karya Ilmiah Remaja (KIR), Kerohanian, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Pencinta Alam (PA), Palang Merah Remaja (PMR), Jurnalistik/Fotografi, Usaha Kegiatan Sekolah (UKS), dan sebagainya.

f. membina pengembangan diri peserta didik dalam bentuk kegiatan pelayanan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, sikap, dan prilaku siswa dalam belajar serta kehidupan pribadi, sosial, dan pengembangan karir diri;

g. Kegiatan pembelajaran bertim (team teaching) dan/atau;

h. Kegiatan pembelajaran perbaikan (remedial teaching)

(2) Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini, dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan kantor wilayah Departemen Agama dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Koata harus selesai melakukan perencanaan kebutuhan dan restribusi guru baik di tingkat satuan pendidikan maupun di tingkat kabupaten/kota.

Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Menteri ini diatur dalam pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

Pasala 7

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 056/U/1994 tentang Perubahan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0386/O/1993 tentang Pedoman Penghitungan Kebutuhan Guru di Sekolah Dalam Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan semua ketentuan Pelaksanaan mengenai Penghitungan Beban Kerja Guru dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 30 Juli 2009

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL


TTD.


BAMBANG SUDIBYO












Tuesday, September 8, 2009

PTK Revieuw

Implementasi Model Pembelajaran Team Assisted Individualy (TAI) untuk Meningkatkan Minat dan Aktivitas Belajar IPA Fisika pada Kelas VII.3 SMP Negeri 3 Barru Kabupaten Barru.

Oleh; Andi Nasauddin, S.Pd. 2008


Revieuw Oleh:

Abdul Zakaria, S.Pd.

Tujuan:

(1) agar minat siswa dalam belajar IPA Fisika meningkat; sehingga siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap yang positif terhadap proses Pembelajaran dan mata pelajaran ini,

(2) untuk mendeteksi seberapa jauh pengaruh model pembelajaran Team Assisted Individualy (TAI) dalam meningkatkan hasil ketuntasan belajar siswa kelas VII.3 SMP Negeri 3 Barru.

D. Sumber Data

Beberapa sumber data peneliti dalam penelitian ini yaitu; siswa, guru, dan kolaborator.

1. Siswa

Siswa sebagai subyek penelitian untuk mendapatkan akumulasi hasil angket dan aktivitas unjuk kerja dalam pembelajaran.

2. Guru

Guru sebagai peneliti akan memperoleh data unjuk kerja siswa dalam kerja kelompok, aktivitas siswa dan kehadiran siswa. Implementasi model pembelajaran Team Assisted Individuality diperoleh pula dari guru peneliti.

3. Kolaborator

Kolaborator akan mendapatkan data tentang implementasi model pembelajaran TAI, aktivitas unjuk kerja siswa dan membantu dalam reflkesi.

E. Tekhnik dan Alat Pengumpulan Data

1. Tekhnik

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah angket, observasi, hasil ketuntatasan belajar, unjuk kerja dan diskusi.

a. Angket; data tentang tanggapan siswa dianalisis secara kuantitatif. Analisis data kuantitatif data responden yaitu memakai tekhnik Keller (1978) yaitu Rekap skor yang diberikan siswa terhadap pernyataan-pernyataan dalam Angket Minat Siswa

b. Observasi; dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang partisipasi siswa dalam pembelajaran dalam implementasi model pembelajaran Team Assisted Individuality (TAI)

c. Kolaborator; hasil observasi kolaborator sangat penting untuk dipertemuan dengan berbagai hasil observasi peneliti guna meningkatkan validitas aktivitas siswa dan implementasi model pembelajaran Team Assisted Individuality (TAI). Teknik yang diimp;emntasikan oleh tim adalah membuat suatu rencana kerja, pertemuan pertama dan kedua pengamatan kelompok dibagi kosentrasi pengamatan antra peneliti dengan kolabor.

2. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam PTK ini meliputi angket, observasi, dan hasil diskusi dengan kolaborator.

a. angket: angket merupakan sumber data tentang pendapat dan sikap siswa mengenai implementasi model pembelajaran Team Assisted Individuality (TAI)

b. Observasi: menggunakan lembar observasi unjuk kerja kelompok dan lembar aktivitas siswa.

c. Kolaborator: menggunakan lembar observasi unjuk kerja siswa, aktivitas siswa dan lembar observasi peneliti.

G. Analisis Data

Setiap pertemuan akan menghasilkan data observasi dan dikumpulkan pada setiap siklus untuk dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tekhnik rata-rata dan prosentase untuk melihat kecendrungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran.

1. Angket: dengan menganalisa nilai rata-rata hasil angket pendapat dan sikap siswa dengan menggunakan teknik Keller (1978) yaitu rekap skor yang diberikan siswa terhadap pernyataan-pernyataan dalam Angket motivasi siswa dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Untuk pernyataan dengan kriteria positif:

1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju.

2) Untuk pernyataan dengan kriteria negatif:

1 = sangat setuju, 2 = setuju, 3 = raguragu, 4 = tidak setuju, dan 5 = sangat tidak setuju.

3) Menghitung skor rata-rata gabungan dari kriteria positif dan negatif tiap kondisi, kemudian menentukan katagorinya dengan ketentuan:

a. skor rata-rata 1,00-1,49 = tidak baik,

b. skor rata-rata 1,50-2,49 = kurang baik,

c. skor rata-rata 2,50-3,49 = cukup baik,

d. skor rata-rata 3,50-4,49 = baik, dan

e. skor rata-rata 4,50-5,00 = sangat baik.

2. Aktivitas siswa

a. unjuk kerja kelompok dalam pembelajaran IPA Fisika dengan menganalisa tingkat keaktifan kelompok dalam pembelajaran, demikian pula tentang aktivitas negative dan positif siswa. Data ini kemudian dikategorikan dalam klasisfikasi tinggi, sedang dan rendah.

Analisis hasil peneliti dan observer dianalisis kuantitatif dengan cara jumlah skor rata-rata lembar penilaian unjuk kerja kelompok interaksi, assisted, dan hasil kerja/kesimpulan dibagi jumlah skor ideal dikali 100.

a. Interaksi/koperatif; keputusan nilai instrumen interaksi dapat diberikan dengan memperhatikan keterampilan-keterampilan berikut:

- menghargai pendapat teman,

- mengambil giliran dan berbagi tugas,

- mengundang rekan untuk berbicara,

- mendengar aktif,

- memeriksa ketepatan.

b) Assisted; keputusan nilai instrumen Assisted dapat diberikan dengan memperhatikan keterampilan-keterampilan berikut:

- anggota kelompok terkoordinir,

- mempertanyakan pertanyaan yang muncul secara logis dari pengamatan,

- ada hasil proses kerja kelompok.

c) Hasil Kerja; keputusan nilai instrumen Hasil Kerja dapat diberikan dengan memperhatikan keterampilan-keterampilan berikut:

- merupakan hasil materi yang dinyatakan jelas,

- merupakan keputusan hasil data pengamatan/pemahaman materi,

- merupakan hasil analisis dan teori/pemahaman materi yang sesuai.

Penilaian unjuk kerja ini dengan memakai skor huruf A, B, C, dan D. Tekhnik analisis dengan penilaian skala huruf yaitu dengan mengkonversi nilai skor huruf dengan skor angka. Skor ini kemudian diakumulasi antara skor hasil pengamatan dari kemudian peneliti dan skor hasil pengamatan observer dan dibagi banyaknya skor maksimal ideal. Huruf penilaian peneliti ditandai dengan huruf kapital dan penilaian huruf dari observer dengan huruf kecil. Fokus model ini adalah mengamati implementasi assisted, sehingga khusus implementasi asisten/pembantu guru membimbing teman kelompoknya pada pertemuan ketiga tiap siklus akan diamati dan dinilai oleh observer dan peneliti. Dan khusus interaksi dan hasil kerja/kesimpulan pengamatan hasil kerja kelompok akan disepakati pembagian pengamatannya antara peneliti dengan observer.

b. Implementasi pembelajaran model Team Assisted Individuality dengan menganalisis tingkat keberhasilan implementasi model TAI oleh guru peneliti kemudian dikategorikan dalam klasifikasi cukup, berhasil, sangat berhasil.

Data hasil observasi dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknik kategorisasi berdasarkan teknik kategorisasi standar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Masita: 2003) yaitu:

Tabel 3.1 Tekhnik Kategorisasi Standar Berdasarkan Ketetapan Departemen Pendidikan Nasional.

SKOR

KATEGORI

0 – 34

35 – 54

55 – 64

65 – 84

85 – 100

Sangat Rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

Hasil dan Pembahasan

1) Observasi Aktivitas Unjuk Kerja Siswa dan Guru

a. Hasil observasi aktivitas siswa dalam kelompok pada pembelajaran siklus pertama dapat dilihat sebagai berikut:

Kelompok

Rata-rata pada siklus I

Rata-rata Unjuk Kerja

Keterangan

Interaksi

Assisted

Kesimpulan

I

63

63

75

67

Tertinggi-

II

50

63

75

63

terendah

III

63

63

75

67

IV

63

63

63

63

V

75

75

88

79

tertinggi

VI

88

63

63

71

VII

75

63

88

75

VIII

88

63

50

67

Jml

565

514

577

1656

Rata-rata

70,56

64,19

72,06

69

Tabel 4. Rekapitulasi hasil aktivitas unjuk kerja pada pembelajaran Model Team Assisted Individuality pada mata pelajaran IPA Fisika kelas VII.3 di SMP Negeri 3 Barru pada siklus I.

b. Hasil Observasi siklus Pertama; Guru Peneliti dalam pembelajaran

Catatan guru peneliti yaitu; (1) repot dalam mengkoordinir anggota kelompok karena asisten yang yang ditunjuk masih ragu untuk menerima tugas tersebut. Hasil obserbvasi guru dalam pembelajaran pada siklus pertama masih tergolong rendah dengan perolehan skor 37 atau 66,1% dari skor ideal 56. Hal ini terjadi karena lebih banyak memberi komando di depan kelas dan kurang mengunjungi kelompok sementara model pembelajaran ini butuh konsultasi pribadi. Catatan kelemahan lainnya berupa; (1) penggunaan alokasi waktu untuk mengungkapkan hasil kerja tiap kelompok guna memberi waktu pada kelompok lain demikian pula pada pengaturan waktu alokasi untuk diskusi. (2) diskusi masih sering vakum/macet.

2) Hasil Tanggapan Angket

No

Kondisi

Pernyataan Posistif

Rata-rata

Pernyataan Negatif

Rata-rata

Gabungan Rata-rata

Kriteria

1

Perhatian

119,3

3,62

110

3,33

3,47

Cukup

Perhatian

2

Relevansi

146

4,42

143

4,33

4,38

Relevansi

Baik

3

Percaya diri

114,33

3,46

115

3,48

3,47

Cukup Percaya diri

4

Kepuasan

142

4,30

140

4,24

4,29

Kepuasan

Baik

Tabel 5. Rekapitulasi hasil angket siswa tentang pembelajaran Model Team Assisted Individuality pada mata pelajaran IPA Fisika kelas VII.3 di SMP Negeri 3 Barru pada siklus I.

Tabel 5 di atas menunjukkan rekapitulasi hasil angket siswa tentang kondisi Perhatian, relevansi, percaya diri, dan kepuasan pada pembelajaran dengan model Team Assited Individuality (TAI).

Rencana Tindakan siklus II;

1) kinerja peneliti dalam mengatur alokasi waktu pembelajaran dan pemberian motivasi pada siswa lebih diintensifkan.

2) lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami masalah.

3) memberi penghargaan pada kelompok terbaik (reward)

Hasil Siklus II:

Tabel 6. Rekapitulasi hasil aktivitas unjuk kerja pada pembelajaran Model Team Assisted Individuality pada mata pelajaran IPA Fisika kelas VII.3 di SMP Negeri 3 Barru pada siklus I.

Kelompok

Rata-rata pada siklus I

Rata-rata Unjuk Kerja

Keterangan

Interaksi

Assisted

Kesimpulan

I

75

75

75

75

Tertinggi-

II

63

88

75

75

III

75

75

75

75

IV

50

88

75

71

terendah

V

75

75

88

79

VI

88

88

63

79

tertinggi

VII

75

88

75

79

VIII

88

63

63

71

Jml

588

638

588

1814

Rata-rata

74

80

73

76

b. Hasil Observasi siklus kedua; Guru Peneliti dalam pembelajaran

Catatan guru peneliti yaitu; (1) koordiniasi anggota kelompok dengan sindirinya tercipta tanpa terlalu diinterrvensi oleh guru, asisten yang yang ditunjuk sudah menikmati dan terbiasa menerima tugas untuk membantu rekan kelompoknya. Hasil obserbvasi guru dalam pembelajaran pada siklus kedua sudah meningkat dan tergolong tinggi dengan perolehan skor 43 atau 76,8% dari skor ideal 56. Aktivitas guru sudah mengarah pada pemberian motivasi, menciptakan suasana menyenangkan, mengaktifkan siswa tanpa terlalu mengintervensi dan menguasai serta membimbing kelompok dengan kunjungan. Diskusi sudah berjalan sehingga semua kelompok dapat mengerjakan tugas sesuai waktu.

2. Hasil Tanggapan Angket

Jawaban responden tentang model pembelajaran Team Assisted Individuality (TAI) dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 7. Rekapitulasi hasil angket siswa tentang pembelajaran Model Team Assisted Individuality pada mata pelajaran IPA Fisika kelas VII.3 di SMP Negeri 3 Barru pada siklus II.

No

Kondisi

Rata-rata

Pernyataan Posistif

Rata-rata

Pernyataan Negatif

Rata-rata

Gabungan Rata-rata

Kriteria

1

Perhatian

148

3,7

143

4,33

4,017

Perhatian

2

Relevansi

163,67

4,09

149

4,515

4,595

Sangat

Relevansi

3

Percaya diri

139,33

4,22

155

4,70

4,4596

Kepercayaan diri Baik

4

Kepuasan

182,33

4,56

181

4,525

4,542

Kepuasan Sangat Baik

Tabel 7 di atas menunjukkan rekapitulasi hasil angket siswa tentang kondisi Perhatian, relevansi, percaya diri, dan kepuasan pada pembelajaran dengan model Team Assited Individuality (TAI).

REVIUW HASIL PENELITIAN

Oleh; Abdul Zakaria, S.Pd.

A. Tujuan:

Review: Karena sudah banyak hasil penelitian yang membuktikan pasti ada koelasi antara peningkatan minat/motivasi belajar dengan hasil belajar, maka pada penelitian ini fokus pengamatannya seharusnya satu saja yaitu pengamatan penignkatan minat belajar saja dengan memperbanyak teknik pengumpulan datanya.

B. Sumber Data

Sumber data sudah lengkap; siswa sebagai subyek, guru peneliti yang juga sebagai instrumen, dan kolabor/observer.

C. Tekhnik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan datanya berupa angket, lembar observasi guru peneliti untuk pengamatan proses pembelajaran, lembar observasi guru observer untuk pengamatan proses belajar dan implementasi rencana oleh peneliti.

Reviuw:

Alat dan teknik pengumpulan data mungkin masih perlu tambahan berupa lembar pedoman wawancara atau minimal hasil refleksi pembelajaran dari siswa yang dibagikan bersamaan dengan angket versi Keller.

C. Hasil dan Pembahasan

1. hasil pembahasan sangat kuantitatif, beberapa hal misalnya interaksi siswa, elaborasi siswa tidak dijelaskan secara kualitatif.

2. catatan guru dan kolabor masih perlu direalkan apa yang terjadi sehingga suatu kelompok memperoleh nilai A, B, C, D misalnya.

3. sebuah pembelajaran seyogyanya mempertimbangkan tujuan pendidikan nasional yang sangat kualitatif. Hasil belajar dengan mempertimbangkan KKM mengkebiri kemampuan eksplorasi kompetensi siswa, sehingga keberhasilan belajar jangan hanya dilihat dari segi angka-angka pencapaian indicator tetapi pencapaian sikap dan kolaborasi, berkomunikasi, moral, menerima pendapat teman dan menerima sesuatu masukan sangat perlu dibentuk sejak dini. Bukankah banyak siswa yang putus asa setelah mendapatkan kenyataan yang sangat-sangat mengecewakan tidak dapat mengendalikan diri karena terbiasa belajar yang sok menyenangkan di sekolah?

4. Hasil belajar dan keberhasilan proses jangan hanya dilihat dari pencapaian indicator, yang penting prosesnya itu (Jensen:2)

Terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk merevieuw PTK saudara A. Nasaruddin, S.Pd.